Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah
Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah
PEMBAHASAN
A. Sejarah Berdirinya
Dinasti Abbasiyah
Pemerintahan dinasti Abbasiyah dinisbatkan kepada Al- Abbas, paman
Rasulullah, sementara Khalifah pertama dari pemerintahan ini adalah Abdullah
Ash- Sahffah bin Muhammad bin Ali Bin Abdulah bin Abbas bin Abdul Muthalib.Pada
tahun 132 H/750 M, oleh Abul abbas Ash- saffah,dan sekaligus sebagai khalifah
pertama.Selama lima Abad dari tahun 132-656 H ( 750 M- 1258 M).Kemenangan
pemikiran yang pernah dikumandangkan oleh Bani Hasyim ( Alawiyun ) setelah
meninggalnya Rasulullah dengan mengatakan bahwa yang berhak untuk berkuasa
adalah keturunana Rasulullah dan anak-anaknya.
Sebelum berdirinya Dinasti Abbasiyah terdapat tiga poros utama yang
merupakan pusat kegiatan, anatara satu dengan yang lain memiliki kedudukan
tersendiri dalam memainkan peranya untuk menegakan kekuasaan keluarga besar
paman Rasulullah, Abbas bin Abdul Muthalib.Dari nama Al- Abbas paman Rasulullah
inilah nama ini di sandarkan pada tiga tempat pusat kegiatan, yaitu Humaimah,
Kufah,dan khurasan.
Di kota Mumaimah bermukim keluarga Abbasiyah, salah seorang pimpinannya
bernama Al-imam Muhammad bin Ali yang merupakan peletak dasar-dasar bagi
berdirinya dinasti Abbasiyah.Para penerang Abbasiyah berjumlah 150 orang di
bawah para pimpinannya yang berjumlah 12 orang dan puncak pimpinannya adalah
Muhammad bin Ali.
Propaganda Abbasiyah dilaksanakan dengan strategi yang cukup matang sebagai
gerakan rahasia.Akan tetapi,imam Ibrahim pemimpin Abbasiyah yang berkeinginan
mendirikan kekuasaan Abbasiyah,gerakannya diketahui oleh khalifah Ummayah
terakhir,Marwan bin Muhammad. Ibrahim akhirnya tertangkap oleh pasukan dinasti
Umayyah dan dipenjarakan di haran sebelum akhirnya diekskusi. Ia mewasiatka
kepada adiknya Abul Abbas untuk menggantikan kedudukannya ketika tahu bahwa ia
akan terbunuh,dan memerintahkan untuk pindah ke kufah.Sedangkan pemimpin
propaganda dibebankan kepada Abu Salamah.Segeralah Abul Abbas pindah dari
Humaimah ke kufah di iringi oleh para pembesar Abbasiyah yang lain seperti Abu
Ja’far,Isa bin Musa, dan Abdullah bin Ali.
Penguasa Umayyah di kufah, Yazid bin Umar bin Hubairah, ditaklukan oleh
Abbasiyah dan di usir ke Wasit.Abu Salamah selanjutnya berkemah di kufah yang
telah di taklukan pada tahun 132 H. Abdullah bin Ali, salah seorang paman Abbul
Abbas di perintahkan untuk mengejar khaliffah Umayyah terakhir, marwan bin
Muhammad bersama pasukannya yang melarikan diri, dimana akhirnya dapat di pukul
di dataran rendah sungai Zab. Khlifah itu melarikan diri hingga ke fustat di
mesir, dan akhirnya terbunuh di Busir, wilayah Al- Fayyum, tahun 132 H/750 M.
Dan beririlah Dinasti Abbasiyah yang di pimpin oleh khalifah pertamanya, yaitu
Abbul Abbas Ash- Shaffah dengan pusat kekuasaan awalnya di Kufah.
B.
Sistem Pemerintahan
Penggantian Umayyah oleh Abbasiyah ini di dalam kepimpinan masyarakat islam
lebih dari sekedar penggantian dinastiIa merupakan revolusi dalam sejarah
islam,revolusi prancis dan revolusi Rusia did lam sejarah barat.Seluruh anggota
keluarga Abbas dan pimpinan umat islam mengatakan setia kepada Abbul Abbas
Ash-shaffah sebagai khaliffah mereka. Ash- Shaffah kemudian pindah ke Ambar,
sebelah barat sungai Eufrat dekat Baghdad.
Kekhaliffahan Ash-Shaffah hanya bertahan selama 4 tahun,9 bulan.Ia wafat pada
tahun 136 H di Abar ,Satu kota yang telah di jadikanya sebagai tempat kedudukan
pemerintahan.Ia berumur tidak lebih dari 33 tahun. Bahkan ada yang mengatakan
umur ash-Shaffah ketika meinggal dunia adalah 29 tahun.
Selama dinasti Abbasiyah berkuasa, pola pemerintahan yang di terpkan
berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik,social, dan budaya. Berdasarkan
perubahan pola pemerintahan dan politik itu, para sejarahwan biasanya membagi
masa pemerintahan bani Abbasiayah dalam 4 periode berikut.
1. Masa Abbasiyah 1, yaitu
semenjak lahirnya Daulah Abbasiyah tahun 132 H ( 750 M) sampai meninggalnya
khaliffah Al- Wastiq 232 H ( 847 M ).
2. Masa Abbasiyah II,
yaitu mulai khliffah Al- Mutawakkil pada tahun 232 H ( 847 M) sampai berdirinya
Daulah buwaihiyah di Baghdad pada tahun 334 H (946 M).
3. Masa Abbasiyah III,
yaitu dari berdirinya daulah Buwahiyah tahun 334 H (946 M ) sampai masuknya
kaum saljuk ke Baghdad tahun 447 H (1055 M).
4. Masa Abbasiyah IV,yaitu
masuknya orang-orang saljuk ke Baghdad tahun447 H (1055 M ).Sampai jatuhnya
Baghdad ketangan bangsa mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan pada tahun 656 H
(1258 M ).
C. Kemajuan – kemajuan
Dinasti Abbasiyah
Sebagai sebuah dinasti, kekhalifahan Bani Abbasiyah yang berkuasa lebih
dari lima abad, telah banyak memberikan sumbangan positif bagi pengembangan
ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Dari sekitar 37 orang khalifah yang
pernah berkuasa, terdapat beberapa orang khalifah yang benar-benar memliki
kepedulian untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam, serta
berbagai bidang lainnya, seperti bidang-bidang sosial dan budaya.
Diantara kemjuan dalam bidang sosila budaya adalah terjadinya proses
akulturasi dan asimilasi masyarakat. Keadaan sosial masyarakat yang majemuk itu
membawa dampak positif dalam perkembangan dan kemajuan peradaban Islam pada
masa ini. Karna dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki,
dapat dipergunakan untuk memajukan bidang-bidang sosial budaya lainnya yang
kemudian menjadi lambang bagi kemajuan bidang sosial budaya dan ilmu
pengetahuan lainnya. Diantara kemajuan ilmu pengetahuan sosial budaya yang ada
pada masa Khalifah Dinasi Abbasiyah adalah seni bangunan dan arsitektur, baik
untuk bangunan istana, masjid, bangunan kota dan lain sebagainya. Seni
asitektur yang dipakai dalam pembanguanan istana dan kota-kota, seperti pada
istana Qashrul dzahabi, dan Qashrul Khuldi, sementara banguan kota seperti
pembangunan kota Baghdad, Samarra dan lain-lainnya
.Kemajuan juga terjadi pada bidang sastra bahasa dan seni musik. Pada mas
inilah lahir seorang sastrawan dan budayawan terkenal, seperti Abu Nawas, Abu
Athahiyah, Al Mutanabby, Abdullah bin Muqaffa dan lain-lainnya. Karya buah
pikiran mereka masih dapat dibaca hingga kini, seperti kitab Kalilah wa Dimna.
Sementara tokoh terkenan dalam bidang musik yang kini karyanya juga masih
dipakai adalah Yunus bin Sulaiman, Khalil bin Ahmad, pencipta teori musik
Islam, Al farabi dan lain-lainnya.
Selain bidang –bidang tersebut diatas, terjadi juga kemajuan dalam bidang pendidikan. Pada masa-maa awal pemerinath Dinasti Abbasiyah, telah banyak diushakan oleh para khalifah untuk mengembangakan dan memajukan pendidikan. Karna itu mereka kemudian mendirikan lembaga-lembaga pendidikan, mulai dari tingkat dasar hingga tingakat tinggi.
Selain bidang –bidang tersebut diatas, terjadi juga kemajuan dalam bidang pendidikan. Pada masa-maa awal pemerinath Dinasti Abbasiyah, telah banyak diushakan oleh para khalifah untuk mengembangakan dan memajukan pendidikan. Karna itu mereka kemudian mendirikan lembaga-lembaga pendidikan, mulai dari tingkat dasar hingga tingakat tinggi.
1. Kemajuan dalam bidang
politik dan militer
Di antara perbedaan karakteristik yang sangat mancolok anatara pemerinatah
Dinasti Bani Umayyah dengan Dinasti Bani Abbasiyah, terletak pada orientasi
kebijakan yang dikeluarkannya. Pemerinath Dinasti Bani Umayyah orientasi
kebijakan yang dikeluarkannya selalu pada upaya perluasan wilayah kekuasaanya.
Sementara pemerinath Dinasti Bani Abbasiyah, lebih menfokuskan diri pada upaya
pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam, sehingga masa pemerintahan
ini dikenal sebagai masa keemasan peradaban Islam. Meskipun begitu, usaha untuk
mempertahankan wilayah kekuasaan tetap merupakan hal penting yang harus
dilakukan. Untuk itu, pemerintahan Dinasti Bani Abbasiyah memperbaharui sistem
politik pemerintahan dan tatanan kemiliteran.
Agar semua kebijakan militer terkoordinasi dan berjalan dengan baik, maka
pemerintah Dinasti Abbasiyah membentuk departemen pertahanan dan keamanan, yang
disebut diwanul jundi. Departemen inilah yamg mengatur semua yang berkaiatan
dengan kemiliteran dan pertahanan keamanan.Pembentuka lembaga ini didasari atas
kenyataan polotik militer bahwa pada masa pemertintahan Dinasti Abbasiyah,
banayak terjadi pemebrontakan dan bahkan beberapa wilayah berusaha memisahkan
diri dari pemerintahan Dinasyi Abbasiyah
2. kemajuan dalam bidang
ilmu pengetahuan
Keberahasilan umat Islam pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah dalam
pengembangan ilmu pengetahuan sains dan peradaban Islam secara menyeluruh,
tidak terlepas dari berbagai faktor yang mendukung. Di anataranya adalah
kebijakan politik pemerintah Bani Abbasiyah terhadap masyarakat non Arab (
Mawali ), yang memiliki tradisi intelektual dan budaya riset yang sudah lama
melingkupi kehidupan mereka. Meraka diberikan fasilitas berupa materi atau
finansial dan tempat untuk terus melakukan berbagai kajian ilmu pengetahuan
malalui bahan-bahan rujukan yang pernah ditulis atau dikaji oleh masyarakat
sebelumnya. Kebijakan tersebut ternyata membawa dampak yang sangat positif bagi
perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan sains yang membawa harum dinasyi
ini.
Dengan demikian, banyak bermunculan banyak ahli dalam bidang ilmu
pengetahaun, seperti Filsafat, filosuf yang terkenal saat itu antara lain
adalah Al Kindi ( 185-260 H/ 801-873 M ). Abu Nasr al-faraby, ( 258-339 H /
870-950 M ) dan lain-lain.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban islam juga terjadi pada bidang ilmu
sejarah, ilmu bumi, astronomi dan sebagainya. Dianatar sejarawan muslim yang
pertama yang terkenal yang hidup pada masa ini adalah Muhammad bin Ishaq ( w.
152 H / 768 M ).
3. kemajuan dalam ilmu
agama islam
Masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah yang berlangsung lebih kurang lima abad
( 750-1258 M ), dicatat sebagai masa-masa kejayaan ilmu pengetahuan dan
peradaban Islam. Kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam ini, khususnya
kemajuan dalam bidang ilmu agama, tidak lepas dariperan serta para ulama dan
pemerintah yang memberi dukungan kuat, baik dukungan moral, material dan
finansia, kepada para ulama. Perhatian yang serius dari pemeruntah ini membuat
para ulama yang ingin mengembangkan ilmu ini mendapat motivasi yang kuat,
sehingga mereka berusaha keras untuk mengembangkan dan memajukan ilmu
pengetahuan dan perdaban Islam. Dianata ilmu pengetahuan agama Islam yang berkembang
dan maju adalah ilmu hadist, ilmu tafsir, ilmu fiqih dan tasawuf.
D. Faktor Eksternal dan
internal kejatuhan Dinasti Abasiyah
1)
Faktor Eksternal
Selain yang disebutkan diatas, yang merupakan faktor-faktor internal
kemunduran dan kehancuran Khilafah bani Abbas. Ada pula faktor-faktor eksternal
yang menyebabkan khilafah Abbasiyah lemah dan akhirnya hancur.
1. Perang
Salib
Kekalahan tentara Romawi yang berjumlah 200.000 orang dari pasukan Alp
Arselan yanag hanya berkekuatan 15.000 prajurit telah menanamkan benih
permusuhan dan kebencian orang-orang kristen terhadap ummat Islam. Kebencian
itu bertabah setelah Dinasti Saljuk yang menguasai Baitul Maqdis menerapkan
beberapa peraturan yang dirasakan sangat menyulitkan orang-orang Kristen yang
ingin berziarah kesana. Oleh karena itu pada tahun 1095 M, Paus Urbanus II
menyerukan kepada ummat kristen Eropa untuk melakukan perang suci, yang
kemudian dikenal dengan nama Perang Salib.
Perang salib yang berlangsung dalam beberapa
gelombang atau peride telah banyak menelan korban dan menguasai beberapa wilaya
Islam. Setelah melakukan peperangan antara tahun 1097-1124 M mereka berhasil
menguasai Nicea, Edessa, Baitul Maqdis, Akka, Tripoli dan kota Tyre. Pengaruh
Salib juga terlihat dalam penyerbuan tentara Mongol. Disebutkan bahwa Hulagu Khan, panglima tentara Mongol, sangat membenci Islam karena ia banyak dipengaruhi oleh orang-orang Budha dan Kristen
Nestorian. Gereja-gereja Kristen berasosiasi dengan orang-orang Mongol yang anti Islam itu dan
diperkeras di kantong-kantong ahlul-kitab. Tentara Mongol, setelah menghancur leburkan pusat-pusat Islam, ikut memperbaiki Yerussalem.
2. Serangan Mongolia Ke Negeri Muslim dan Berakhirnya Dinasti Abbasiyah
Orang-orang Mongolia adalah bangsa yang berasal dari Asia Tengah. Sebuah
kawasan terjauh di China. Terdiri dari kabilah-kabilah yang kemudian disatukan
oleh Jenghis Khan (603-624 H). mereka adalah orang-orang Badui-sahara yang
dikenal keras kepala dan suka aberlaku jahat.Sebagai awal penghancuran Bagdad
dan Khilafah Islam, orang-orang Mongolia menguasai negeri-negeri Asia Tengah
Khurasan dan Persia dan juga menguasai Asia Kecil. Pada bulan September 1257,
Hulagu mengirimkan ultimatum keada Khalifah agar menyerah dan mendesak agar
tembok kota sebelah luar diruntuhkan.
Tetapi Khalifah tetap enggan memberikan jawaban. Maka pada Januari 1258,
asuakn Hulagu bergerang untuk mengahncurkan tembok ibukota. Sementara itu
Khalifah al-Mu’tashim langsung menyerah dan berangkat ke base pasukan mongolia.
Setelah itu para pemimpin dan fuqaha juga keluar, sepuluh hari kemudian mereka
semua dibunuh. Hulagu mengzinkan pasukannya untuk melakukan aa saja di Baghdad.
Mereka menghancurkan kota Baghdad dan membakarnya. Pembunuhan berlangsung
selama 40 hari dengan jumlah korban sekitar dua juta orang.Perlu juga
disebutkan disini peran busuk yang dimainkan oleh seorang Syi’ah Rafidhah yaitu
Ibn ’Alqami, menteri al-Mu’tashim, yang bekerjasama dengan orang-orang Mongolia
dan membantu pekerjaan-pekerjaan mereka
2.
Faktor Internal
Sebagaimana terlihat dalam periodisasi khilafah Abbasiyah, masa kemunduran
dimulai sejak periode kedua. Namun demikian, faktor-faktor penyebab kemunduran
itu tidak datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada periode
pertama, hanya karena khalifah pada periode ini sangat kuat, benih-benih itu
tidak sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa
apabila khalifah kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala pegawai
sipil, tetapi jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda
pemerintahan.
Disamping kelemahan
khalifah, banyak faktor lain yang menyebabkan khilafah Abbasiyah menjadi
mundur, masing-masing faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain. Beberapa
diantaranya adalah sebagai berikut
a. Perebutan Kekuasaan di
Pusat Pemerintahan
Khalifah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang
bersekutu dengan orang-orang Persia. Persekutuan dilatar belakangi oleh persamaan nasib kedua
golongan itu pada masa Bani Umayyah berkuasa.
Keduanya sama-sama tertindas. Setelah khilafah Abbasiyah berdiri, dinasti Bani
Abbas tetap mempertahankan persekutuan itu. Menurut Ibnu
Khaldun, ada dua sebab dinasti Bani Abbas
memilih orang-orang Persia daripada
orang-orang Arab. Pertama, sulit
bagi orang-orang Arab untuk melupakan Bani
Umayyah. Pada masa itu mereka merupakan
warga kelas satu. Kedua, orang-orang Arab sendiri terpecah belah dengan adanya ashabiyah (kesukuan).
Dengan demikian, khilafah Abbasiyah tidak ditegakkan di atas ashabiyah
tradisional.
Meskipun demikian, orang-orang Persia tidak merasa puas. Mereka menginginkan sebuah dinasti
dengan raja dan pegawai dari Persia pula. Sementara itu bangsa Arab beranggapan bahwa darah yang mengalir di tubuh mereka adalah
darah (ras) istimewa dan mereka menganggap rendah bangsa non-Arab ('ajam) di
dunia Islam.Fanatisme kebangsaan ini nampaknya dibiarkan berkembang
oleh penguasa. Sementara itu, para khalifah menjalankan sistem perbudakan baru.
Budak-budak bangsa Persia atau Turki dijadikan pegawai dan tentara.
Adalah Khalifah Al-Mu’tashim (218-227 H) yang memberi peluang besar kepada
bangsa Turki untuk masuk dalam pemerintahan. Mereka di diangkat menjadi
orang-orang penting di pemerintahan, diberi istana dan rumah dalam kota.
Merekapun menjadi dominan dan menguasai tempat yang mereka diami, sehingga
khalifah berikutnya menjadi boneka mereka.
Setelah al-Mutawakkil (232-247 H), seorang Khalifah yang lemah, naik tahta,
dominasi tentara Turki semakin kuat,
mereka dapat menentukan siapa yang diangkat jadi Khalifah. Sejak itu kekuasaan
Bani Abbas sebenarnya sudah berakhir. Kekuasaan berada di tangan orang-orang Turki. Posisi ini kemudian direbut oleh Bani Buwaih, bangsa Persia, pada periode
ketiga (334-447), dan selanjutnya beralih kepada Dinasti
Seljuk, bangsa Turki pada periode keempat
(447-590H).
b. Munculnya
Dinasti-Dinasti Kecil Yang Memerdekakan Diri
wilayah kekuasaan Abbasiyah pada periode pertama
hingga masa keruntuhan sangat luas, meliputi berbagai bangsa yang berbeda,
seperti Maroko, Mesir, Syria, Irak, Persia, Turki dan India. Walaupun dalam kentaannya banyak daerah yang tidak
dikuasai oleh Khalifah, secara riil, daerah-daerah itu berada di bawah
kekuasaaan gubernur-gubernur bersangkutan. Hubungan dengan Khalifah hanya
ditandai dengan pembayaran upeti.Ada kemungkinan penguasa Bani Abbas sudah
cukup puas dengan pengakuan nominal, dengan pembayaran upeti. Alasannya, karena
Khalifah tidak cukup kuat untuk membuat mereka tunduk, tingkat saling percaya
di kalangan penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah dan juga para
penguasa Abbasiyah lebih menitik beratkan pembinaan peradaban dan kebudayaan
daripada politik dan ekspansi. Selain itu, penyebab utama mengapa banyak daerah
yang memerdekakan diri adalah terjadinya kekacauan atau perebutan kekuasaan di
pemerintahan pusat yang dilakukan oleh bangsa Persia dan Turki.
Akibatnya propinsi-propinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari
genggaman penguasa Bani Abbas. Ini bisa terjadi dengan dua cara, pertama,
seorang peminpin lokal memimpin suatu pemberontakan dan berhasil memperoleh
kemerdekaan penuh, seperti daulat Umayyah di Spanyol dan Idrisiyah di Marokko.
Kedua, seorang yang ditunjk menjadi gubernur oleh Khalifah yang kedudukannya
semakin kuat, seerti daulah Aghlabiyah di Tunisiyah dan Thahiriyyah di
Khurasan.Dinasti yang lahir dan memisahkan diri dari kekuasaan Baghdad pada
masa khilafah Abbasiyah, di antaranya adalah:
a) Yang berkembasaan
Persia: Thahiriyyah di Khurasan (205-259 H), Shafariyah di Fars (254-290 H),
Samaniyah di Transoxania (261-389 H), Sajiyyah di Azerbaijan (266-318 H),
Buwaihiyyah, bahkan menguasai Baghdad (320-447).
b) Yang berbangsa Turki:
Thuluniyah di Mesir (254-292 H), Ikhsyidiyah di Turkistan (320-560 H),
Ghaznawiyah di Afganistan (352-585 H), Dinasti Seljuk dan cabang-cabangnya
c) Yang berbangsa Kurdi:
al-Barzukani (348-406 H), Abu Ali (380-489 H), Ayubiyah (564-648 H).
d) Yang berbangsa Arab:
Idrisiyyah di Marokko (172-375 h), Aghlabiyyah di Tunisia (18-289 H), Dulafiyah
di Kurdistan (210-285 H), Alawiyah di Tabaristan (250-316 H), Hamdaniyah di
Aleppo dan Maushil (317-394 H), Mazyadiyyah di Hillah (403-545 H), Ukailiyyah
di Maushil (386-489 H), Mirdasiyyah di Aleppo 414-472 H).
e) Yang Mengaku sebagai
Khalifah : Umawiyah di Spanyol dan Fatimiyah di Mesir.
3.
Kemerosotan Perekonomian
Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbas
merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk lebih besar dari yang keluar,
sehingga Baitul-Mal penuh
dengan harta. Perekonomian masyarakat sangat maju terutama dalam bidang
pertanian, perdagangan dan industri. Tetapi setelah memasuki masa kemunduran
politik, perekonomian pun ikut mengalami kemunduran yang drastis.Setelah
khilafah memasuki periode kemunduran ini, pendapatan negara menurun sementara
pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan negara itu disebabkan
oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang
mengganggu perekonomian rakyat. diperingannya pajak dan banyaknya
dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak lagi membayar upeti.
Sedangkan pengeluaran membengkak antara lain disebabkan oleh kehidupan para
khalifah dan pejabat semakin mewah. jenis pengeluaran makin beragam dan para
pejabat melakukan korupsi.Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan
perekonomian negara morat-marit. Sebaliknya, kondisi ekonomi yang buruk
memperlemah kekuatan politik dinasti Abbasiyah kedua, faktor ini saling
berkaitan dan tak terpisahkan.
4.
Munculnya Aliran-Aliran Sesat dan Fanatisme Keagamaan
Karena cita-cita orang Persia tidak sepenuhnya tercapai untuk menjadi penguasa, maka
kekecewaan itu mendorong sebagian mereka mempropagandakan ajaran Manuisme, Zoroasterisme dan Mazdakisme. Munculnya gerakan yang dikenal dengan gerakan Zindiq ini menggoda rasa keimanan para khalifah.Adalah khalifah Al-Manshur yang berusaha keras memberantasnya, beliau juga memerangi
Khawarij yang mendirikan Negara Shafariyah di Sajalmasah pada tahun 140
H. setelah al Manshur wafat digantikan oleh putranya Al-Mahdi yang lebih keras dalam memerangi orang-orang Zindiq bahkan beliau mendirikan jawatan khusus untuk mengawasi
kegiatan mereka serta melakukan mihnah dengan tujuan
memberantas bid'ah. Akan tetapi,
semua itu tidak menghentikan kegiatan mereka. Konflik antara kaum beriman
dengan golongan Zindiq berlanjut mulai
dari bentuk yang sangat sederhana seperti polemik tentang ajaran, sampai kepada
konflik bersenjata yang menumpahkan darah di kedua belah pihak. Gerakan al-Afsyin dan Qaramithah adalah
contoh konflik bersenjata itu.
Pada saat gerakan ini mulai tersudut, pendukungnya
banyak berlindung di balik ajaran Syi'ah, sehingga banyak aliran Syi'ah yang dipandang ghulat (ekstrim) dan dianggap menyimpang oleh penganut Syi'ah sendiri. Aliran Syi'ah memang dikenal sebagai aliran politik dalam Islam yang berhadapan dengan paham Ahlussunnah. Antara keduanya sering terjadi konflik yang kadang-kadang
juga melibatkan penguasa. Al-Mutawakkil,
misalnya, memerintahkan agar makam Husein
Ibn Ali di Karballa dihancurkan. Namun anaknya, al-Muntashir (861-862 M.), kembali memperkenankan orang syi'ah "menziarahi" makam Husein tersebut. Syi'ah pernah berkuasa di dalam khilafah Abbasiyah melalui Bani Buwaih lebih dari seratus tahun. Dinasti
Idrisiyah di Marokko dan khilafah Fathimiyah di Mesir adalah dua
dinasti Syi'ah yang
memerdekakan diri dari Baghdad yang Sunni.
Selain itu terjadi juga konflik dengan aliran Islam
lainnya seperti perselisihan antara Ahlusunnah dengan Mu'tazilah, yang
dipertajam oleh al-Ma'mun, khalifah ketujuh dinasti Abbasiyah (813-833 M),
dengan menjadikan mu'tazilah sebagai
mazhab resmi negara dan melakukan mihnah. Pada masa al-Mutawakkil (847-861 M), aliran Mu'tazilah dibatalkan sebagai aliran negara dan golongan ahlusunnah
kembali naik daun. Aliran Mu'tazilah bangkit
kembali pada masa Bani Buwaih. Namun
pada masa dinasti Seljuk yang
menganut paham Asy'ariyyah
penyingkiran golongan Mu'tazilah mulai
dilakukan secara sistematis. Dengan didukung penguasa, aliran Asy'ariyah tumbuh subur dan Berjaya.
Daftar Pustaka
Syalabi A, Sejarah dan Kebudayaan
Islam, Pustaka Alhusna, Jakarta.1983
Yatim Badri, Sejarah Peradaban Islam
, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.1983
Amin Samsul Munir, Sejarah Peradaban
Islam, Amzah, Jakarta.2009
Wahid N. Abbas, Kazanah Sejarah
Kebudayaan Islam, PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, Solo. 2009
Komentar
Posting Komentar