Kisah Warson Munawwir Menyusun Kamus Arab-Indonesia
Kisah Warson Munawwir Menyusun Kamus Arab-Indonesia
Kamus
Arab-Indonesia Al Munawwir menjadi ‘warisan’ keilmuan untuk kalangan
santri yang ingin mempelajari kitab-kitab berbahasa Arab.
Almarhum dikenal sebagai penyusun kamus Arab-Indonesia terlengkap
setebal 1634 halaman. Disusun dari saat masih menjadi santri KH Ali
Maksum yang menjadi Guru Besar di Ponpes Krapyak hingga almarhum menjadi
guru di Ponpes Krapyak.
Butuh perjuangan panjang dan tak mudah
saat menyusun satu-satunya kamus terlengkap itu. Berguru langsung kepada
KH Ali Maksum yang terkenal tegas saat mengajar muridnya, Almarhum KH
Ahmad Warson Munawwir berhasil menjadi murid yang sejak usia belasan
sudah mampu menguasai pelajaran dari Mbah Ali (panggilan kalangan Santri
kepada KH Ali Maksum).
Hal itu diungkapkan oleh Suhadi Khozin, Santri sekaligus orang kepercayaan Alm KH Warson Munawwir saat ditemui Tribun Jogja
di kediaman, Kamis (18/4) siang. Bahkan ketika masih usia belasan itu,
Almarhum sudah menjadi guru mengaji untuk kitab Alfiyah yang diajarkan
oleh Mbah Ali.
Karya besar itu kali pertama diterbitkan pada 1984
kemudian dicetak berulang kali. Tiap tahun lebih kurang 10 ribu hingga
15 ribu kamus didistribusikan hingga masuk cetakan ke 14. Selain didikan
Mbah Ali Maksum yang notabene menjadi pendiri Pondok Pesantren Ali
Maksum, Krapyak, kamus itu selesai setelah ‘dorongan’ sejumlah Kyai.
Dikisahkan
Suhadi Khozin yang pernah membantu membuat cetakan kamus atas perintah
langsung dari almarhum, dorongan Kyai Bisri Mustofa (Rembang) dan KH
Hamid (Pasuruan) menjadi pemicu agar lekas menyelesaikan Kamus Al
Munawwir. Beberapa kisah pun mengalir seperti kisah saat Alm KH Warson
muda datang ke Mbah Hamid, Pasuruan.
Saat itu, KH Warson datang ke
Mbah Hamid dengan hati bimbang sebab khawatir soal kemampuannya
menyelesaikan kamus. Baru saja datang menginjakkan kaki di kediaman Mbah
Hamid dan belum sempat berbicara, Kyai Besar Pasuruan itu langsung
menyinggung soal kegundahan hatinya.
"Ahlan wa sahlan bi dhoifil mutayyam,"
(Hai hati yang gundah gulana),”kata Suhadi menirukan ucapan Mbah Hamid
saat menyambut kedatangan Ahmad Warson Munawwir yang masih membujang
kala itu.
Komentar
Posting Komentar