Sayyid Hasan bin Ali Assegaf Al-Qurasyi Al-Hasyimi Al-Husaini: Membentengi Sunni dari Tuduhan Wahabi
Sayyid
Hasan bin Ali Assegaf Al-Qurasyi Al-Hasyimi Al-Husaini: Membentengi Sunni dari
Tuduhan Wahabi
Kesungguhannya dalam menjawab semua tuduhan itu
tampak dari puluhan karyanya. Semua disuguhkannya dengan hujjah yang sulit
untuk dibantah.
Mungkin belum dapat ditemui hingga kini, seorang
ulama muda kalangan Sunni yang begitu gigih membentengi paham jumhur umat dari
rongrongan pemikiran Wahabi dan yang semisalnya, dengan karya-karyanya yang
kritis dan mendalam, seperti tokoh kita dalam khazanah edisi ini.
Sebahagian besar tulisannya memiliki kecenderungan
sebagai jawaban atas berbagai tuduhan sesat yang disangkakan kepada golongan
Ahlussunnah wal Jama’ah, pengikut imam-imam madzhab yang empat, aqidah
Asy’ariyah dan Maturidiyah, serta tasawuf, yang dilazimi kaum Sunni. Semua
dijawabnya secara ilmiah, daqiq (mendalam), seraya mengkritik kepalsuan
dan kesesatan pandangan yang dituduhkan, yang dimotori Syaikh Nashiruddin
Al-Albani, seorang yang dianggap guru besar kaum Wahabi saat ini.
Dialah Al-Muhaddits Sayyid Hasan bin Ali bin Hasyim
Asseggaf, yang lahir di ‘Amman pada 4 Syawal 1380 H/1961 M.
Sayyid Hasan belajar di madrasah tingkat dasar,
menengah, hingga atas di Madrasah Kuliyyah Al-‘Ilmiyyah Al-Islamiyyah di
‘Amman.
Pada tahun 1978, ia berangkat ke Damaskus untuk
melanjutkan studinya. Di sana ia belajar di antaranya kepada Syaikh Hasyim
Al-Majdzub, mempelajari beberapa kitab besar, antara lain kitab Umdah
as-Salik wa ‘Uddah an-Nasik. Ia juga belajar kepada Syaikh Muhammad Ramdhan
Al-Buthi, Syaikh Husain Khaththab, Syaikh As’ad Ash-Shaghirji, dan lain-lain.
Guru-gurunya di Yordan antara lain Syaikh Al-Qadhi
Muthi’ Al-Hammami dalam mempelajari ilmu faraidh, Syaikh Muhammad Hilayyil
dalam ilmu nahwu, dan beberapa kitab seperti Syarh al-Jauharah karya
Al-Bajuri dan Syaikh Ahmad Al-Khudhari, Matn al-Ajurumiyyah, dan Syarh
Syaikh Ahmad Zaini Dahlan.
Kemudian ia juga belajar ke Maghribi, dengan
tujuan belajar kepada Sayyid Al-Muhaddits Abdullah bin Ash-Shadiq Al-Ghumari,
yang menjadi guru utama dan guru futuh-nya. Ia juga belajar kepada dua saudara
guru utamanya itu, yakni Sayyid Abdul Aziz Al-Ghumari dan Sayyid Abdul Hayy
Al-Ghumari.
Guru lainnya yang juga turut mematangkan
keahliannya di bidang hadits adalah ulama kebanggaan Indonesia di Hijaz,
Al-Musnid Syaikh Abu Al-Faydh Muhammad Yasin bin Muhammad Isa Al-Fadani
Al-Makki dan Syaikh Habiburrahman Al-A’zhami.
Biografi para gurunya itu dituangkan dalam karyanya
yang berjudul Al-Ittihaf fi Masyayikh wa Asanid al-Hasan bin Ali Assaqqaf,
yang memuat biografi 40 orang gurunya.
Sepanjang karier keilmuannya, Sayyid Hasan
mengikuti berbagai forum ilmiah, seperti forum diskusi dan studi Al-Hasaniyah
di Rubath Kerajaan Maghribi, yang secara rutin diadakan di bulan Ramadhan,
menjadi penceramah keislaman pada forum diskusi dunia Islam yang diadakan di
Malaysia, Al-Azhar Mesir, Uni Emirat Arab, Sri Lanka, Teheran, Kesultanan
Oman, Damaskus, dan berbagai wilayah Timur Tengah lainnya.
Dalam berbagai kesempatan dakwah itu, ia sering
dimintai fatwa dan pandangan-pandangannya dalam berbagai permasalahan aqidah,
fiqih, dan pengetahuan ulumul hadits, bidang yang paling banyak digelutinya.
Ini menunjukkan kapasitas keilmuannya yang sangat diakui di kawasan Asia dan
Timur Tengah.
Lewat Tulisan
Sayyid Hasan juga seorang ulama penulis yang sangat
produktif. Tidak kurang dari 80 karya yang terukir lewat jari-jemari tangannya
dan diterbitkan oleh berbagai penerbit besar. Di samping itu karya-karyanya
juga telah banyak diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di negera-negara
dunia Islam. Kebanyakan karyanya mengupas jawaban perdebatan dan diskusinya
tentang pemikiran-pemikiran salaf. Sebahagian lainnya mengupas hadits, fiqih,
tauhid, dan lain-lain.
Ia mendokumentasikan hampir seluruh pemikirannya
lewat tulisan. Di antara karya-karyanya yang dibahas dalam Khazanah
edisi ini ialah karyanya yang berjudul Shahih Syarh al-‘Aqidah
ath-Thahawiyyah.
Kitab ini terdiri dari 800 halaman yang mengulas
penjelasan Aqidah Thahawiyah tanpa menunjukkan fanatismenya pada sosok tokoh
Syaikh Abu Ja’far Ahmad Ath-Thahawi maupun bersandar kepada syarah-syarah
lain sebelum dan semasa Sayyid Hasan. Sehingga syarah atas kitab yang memuat
pandangan aqidah kalangan salaf dari generasi pertama hingga masa Syaikh Thahawi
ini boleh dikatakan sebagai karya murni ulasan Sayyid Hasan bin Ali Assegaf.
Kitab lainnya berjudul Al-Imta’ wa al-Istiqsha‘
li Adillah Tahrim at-Tabarru’ bi al-A’dha‘, yang mengupas haramnya hukum
menjual atau mengadopsi organ tubuh orang buat orang lain yang sakit. Masalah
ini muncul di era modern, sehingga tepat sekali ulasan Sayyid Hasan Assegaf
untuk menjelaskan hukum masalah ini, yang banyak diremehkan orang.
Berikutnya ada karyanya yang berjudul ‘Aqidah
Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah, sebuah risalah singkat, sebanyak 60 lembar
halaman, yang mengupas kalam Imam Al-Ghazali tentang metode dan kaidah aqidah
Sunni yang dikutip dari karya agung Al-Ghazali, Ihya ‘Ulumiddin. Selain
itu Sayyid Hasan juga menelaah risalah tasawuf karya Imam An-Nawawi.
Sedang Ihtijaj al-Kha‘ib bi ‘Ibarah Man Idda’a
al-Ijma’ Fahuwa Kadzib merupakan tulisannya yang menjawab dan mengomentari
pendapat Nashiruddin Al-Albani tentang penolakan Al-Albani terhadap ijma’.
Karya ini mendapat sambutan dan pujian dari guru Sayyid Hasan, yakni
As-Sayyid Al-Muhaddits Abdullah bin Ash-Shiddiq Al-Ghumari, dalam kitab sang
guru yang berjudul As-Sayf al-Battar Liman Sabba an-Nabiyy al-Mukhtar.
Tentang hal itu, Sayyid Hasan berkata, “Aku
memperoleh pujian dengan pelukan tangan guruku yang mulia ini, dengan
perkataannya, ‘Ya sayyidi, aku selalu mengingatmu dengan kitabmu ini’.” Dalam
kesempatan lainnya, sang guru memuji di hadapan khalayak, “Karya tulis murid
kami ini, ‘Allamah Sayyid Hasan bin Ali Asseggaf, adalah sebuah karya yang
mengomentari pikiran Al-Albani, yang tulisannya tidak menghujat dan menghina,
karena ia seorang yang menjaga kehormatan lisannya. Namun memang, dalil-dalil
yang diajukannya atas kehujjahan ijma’ dan keberadaannya dengan menukil
nash-nash para imam dari kalangan sahabat dan para ulama mujtahid, fuqaha, dan ushuliyy
(ahli ilmu ushul), yang tiada terbantahkan. Karya ini merupakan sumber
rujukan yang penting dalam pembahasan ijma’.”
Sayangnya, karya sang guru yang memuat pandangannya
atas karya sang murid ini dikotori oleh sikap rendah penerbit yang mengedit
ulang. Oleh sebuah penerbit di Kairo, Mesir, kalimat yang dimaksud dalam kitab
As-Sayf al-Battar dihilangkan. Tujuannya, boleh jadi untuk menyelamatkan
kekeliruan pandangan Al-Albani dalam pandangan seorang guru besar hadits
seperti Sayid Al-Ghumari.
Karya lainnya, yang boleh dikatakan sebagai kritik
ilmiah terlengkap atas pandangan-pandangan Al-Albani, berjudul Tanaqudhat
al-Albani al-Wadhihat. Karya ini ditulis secara berseri, dengan kupasan
atas kekeliruan-kekeliruan yang dilakukan Al-Albani dalam karya-karyanya yang
menohok pandangan-pandangan ulama-ulama salaf yang dikenal keluhuran ilmunya.
Karya ini tengah memasuki seri keempat dan akan terus bertambah ulasan-ulasan
berikutnya demi menjelaskan kekeliruan-kekeliruan ulama yang diagungkan kaum
Wahabi itu.
Kitab lainnya berjudul Ilqam al-Hajar li
al-Mutathawil ‘ala al-‘Asya’irah min al-Basyar. Kitab ini merupakan jawaban
atas tulisan salah seorang pengikut Al-Albani yang mencemari tulisan Syaikh
Ibrahim Al-Bajuri, Syarh Jawharah at-Tauhid. Si penulis itu mencerca
Syaikh Al-Bajuri sebagai ulama yang mengajarkan aqidah sesat, menuduh ajaran
Asy’ariyah sebagai ajaran campuran Buddha, Hindu, dan Zarathustra, yang
melenceng dari ajaran Islam dan kaum salaf. Maka, Sayyid Hasan Assegaf
mengarang karyanya ini untuk menjawab dan menjelaskan kekeliruan pandangan
itu, titik demi titik dan masalah demi masalah, sehingga karya ini dianggap
sebagai karya yang sangat bermanfaat bagi kaum Sunni Asy’ari.
Berikutnya karyanya yang berjudul Shahih Shifah
Shalah an-Nabiyy SAW, yang berisikan pembahasan perihal shalat yang
diajarkan dan dicontohkan Nabi Muhammad SAW, seraya mengkritisi karya
Al-Albani yang berjudul Shifah Shalah an-Nabiyy, yang banyak menghujat
praktek-praktek shalat kaum Sunni yang diajarkan ulama-ulama salaf mereka, yang
dikatakannya jauh dari ajaran Nabi SAW dan mengandung bid’ah dan kesesatan.
Kitab lainnya Al-Bisyarah wa al-Ittihaf Bima
Bayna Ibn Taymiyah wa al-Albani fi al-Aqidah min al-Ikhtilaf. Kitab ini
merupakan penjelasan tentang khilaf di antara Ibn Taymiyah dan Al-Albani,
seperti masalah kefanaan neraka dan qidam-nya alam dan lain-lain, yang mana
Al-Albani menuduh Ibn Taymiyah membuat bid’ah dan melakukan perbuatan syirik.
Dalam buku ini juga dijelaskan khilaf antara Al-Albani dan muridnya yang paling
lama, Asy-Syawaisy, lantaran uang dan hak penerbitan, yang kemudian
diselesaikan di ranah hukum lewat pengadilan.
Karya-karya lainnya Syarh ‘Umdah as-Salik wa
‘Uddah an-Nasik, Bahjah an-Nazhir fi at-Tawassul bi an-Nabiyy ath-Thahir SAW
(tentang tawassul kepada Nabi SAW), Al-Ighatsah bi Adillah al-Istighatsah
(tentang istighatsah), Wahm Sayyi` al-Bakht Alladzi Harrama Shiyam as-Sabt
(jawaban atas pendapat haramnya puasa di hari Sabtu), At-Tandid Biman
‘Addad at-Tawhid (menjelaskan sesatnya pandangan adanya pembahagian tauhid
menjadi uluhiyyah, rububiyyah, dan asma` wa shifat, yang
diusung Ibn Taimiyah), At-Tanbih wa ar-Radd ‘Ala Mu’taqid Qidam al-‘Alam wa
al-Hadd; Kitab ar-Radd ‘Ala Ibn Taimiyyah (jawaban atas pendapat bahwa alam
itu telah ada sejak lama dan kemampuan Tuhan terbatas), Ad-Dala-il wa
an-Nuqul ‘Ala Tahrim al-Kuluniya (Pembahasan hukum najis khamr, spirtus, ethanol,
dan hal-hal yang memabukkan lainnya), Hukm al-Mushafahah wa al-Mass wa
ar-Radd ‘Ala Man Bihi Massa, Al-Qawl al-‘Ithr fi Nubuwwah Sayyidina
al-Khidr, Tahdzir al-‘Abd al-Awwah min Tahrik al-Ishba’ fi ash-Shalah
(mengenai hukum menggerak-gerakan jari saat tasyahud shalat), Al-Adillah
al-Jaliyyah li Sunnah al-Jum’ah al-Qabliyyah (tentang sunnahnya shalat
sunnah qabliyah Jum’at), Irsyad al-‘Atsir Ila Wadh’i Hadits Awwal ma
Khalaqallah Nur Nabiiyyika Ya Jabir (tentang hadits penciptaan Nur Muhammad
yang diriwayatakan sahabat Jabir RA), At-Tankit ‘ala at-Tawdhih wa Bayan
Shihhah Shalah at-Tasbih (komentar atas karya Dr. Fadhl Abbas, seorang
ulama Yordania, yang menyatakan bahwa shalat tasbih tidak sah haditsnya dan
tak boleh dilakukan kaum muslimin), Ibthal at-Tashhih al-Wahin li Hadits
al-‘Ajin (batalnya penshahihan terhadap hadits dalam masalah Al-`Ajin),
I’lam al-Mubih al-Kha`idh bi Tahrim al-Qur’an ‘ala al-Junub wa al-Haidh
(tentang hadits yang mengharamkan orang yang junub dan haidh menyentuh
Al-Qur’an), Al-Qawl al-Mabtut fi Shihhah Shalah as-Shubh bi al-Qunut
(tentang Qunut subuh), Qamus Syata-im al-Albani wa Alfazhihi al-Munkarah fi
Haqq ‘Ulama` al-Ummah wa Fadha-iluha wa Ghairihim (tentang
perkataan-perkataan keji Al-Albani terhadap ulama), Al-Barahin an-Nasifah li
al-Anwar al-Kasifah (komentar atas kekeliruan Al-Albani dan Ali Al-Halabi
yang mendiskreditkan karya Assegaf, Tanaqudhat), Asy-Syihab
al-Hariq al-Munqidh ‘ala Iqaf al-Mutanaqidh al-Mariq (sama dengan
yang sebelumnya), Aqwal al-Huffazh al-Mantsurah fi Bayan Wadh’i Hadits
“Ra-aytu Rabbi fi Ahsani Shurah” (penjelasan tentang hadits melihat wujud
Allah SWT), Al-Bayan al-Kafi (penjelasan tentang kekeliruan penisbatan
kitab Ar-Ru’yah kepada Imam Ad-Daraquthni), Ta’liqat wa muqaddimah li
Kitab Irgham al-Mubtadi’ al-Ghabiyy bi Jawaz at-Tawassul bin Nabiyy (sebuah
karya yang melengkapi tulisan gurunya, Al-Ghumari, yang merupakan jawaban gurunya
atas tuduhan Al-Albani dan pengikutnya), Syarh Sullam at-Tawfiq ila
Mahabbatillah ‘ala at-Tahqiq, dan masih banyak lagi.
Selain menulis karya-karya di atas, Sayyid Hasan
bin Ali Assegaf juga mentahqiq dan mentakhrij sejumlah turats (karya
klasik) ulama-ulama termasyhur masa lampau, seperti kitab Daf’ Syubah
at-Tasybih bi Akaff at-Tanzih karya Ibn Al-Jawzi dan kitab Al-‘Uluww
karya Al-Hafizh Adz-Dzahabi.
Sayyid Hasan bin Ali Assegaf banyak melakukan
perdebatan dengan kaum Wahabi dan intelektual-intelektual Timur Tengah yang
banyak menyalahi pendapat-pendapat ulama salaf ash-shalih. Ia adalah benteng
yang kokoh dalam menjawab tuduhan-tuduhan palsu dan tak berdasar itu, bahkan
sering kali ia menunjukkan kesalahan-kesalahan para penuduh itu, seperti apa
yang ditunjukkannya tentang Al-Albani.
Ia berada dalam jajaran ulama Sunni yang menjalani
jalan kaum salaf shalih, mengikuti jalan para ulama yang bertalian dengan tali
sanad yang kuat dan tali nasab yang kuat dalam keluarga Ba Alawi, dzurriyyah
Rasulullah SAW.
tulisan diatas akan lebih bermanfaat bila ada maraji'nya
BalasHapusMohon Kirimkan kepada saya terjemahan kitab التنديد بمن عدد التوحيد
BalasHapusJazakumullah
Mohon Kirimkan kepada saya terjemahan kitab التنديد بمن عدد التوحيد
BalasHapusJazakumullah
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusAssalamualaikum...hambe rasa ada sesuatu tidak kena pada ulasan dan pengakuan,hambe tidak memihak antara satu di antara mereka,kerana sesuatu yg belaku ini sudah banyak fitnah beluasa sekarang nie..jika menuduh seseorang tu kena lihat dan cari di tempat asal mereka termasuk murid mereka di tempat mereka baru boleh ambik kira atau menolaknya malah bayak sayyid hassan al-saqqaf menyatakan imam syeikhul islam ibnu taimiyah sesat yg mana satu ini yg benar nie,jika benar ahli sunni itu berada di iran di tanah air syiah,kenapa kaum syiah boleh menerima mereka di tempat yg sama,sedangakan syiah bermusuhan dgn org tidak mengikut ajaran abdullah ibnu saba?? Semoga Allah menyelamatkan org mukmin..nauu'zubillahi min dzalik..wallahualam bishowab..
BalasHapusAgenda apakah ini nak di tunjuk..semoga Allah yg membalasnya tentang niat hati mereka termasuk org yg mengutip berita2 fitnah..tak kira seseorang itu ilmuwan atau ustaz2 yg dikuasai syaitan di dada mereka,sesungguhnya biar manusia itu mencari jawapan sendiri yg mana benar dan yg mana salah..nauu'zubillahi min dzalik..wallahualam..
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusSayyid hasan saqqaf adalah ulama yg mumpuni dan patut diikuti..
BalasHapusDan beliau adalah ahlu bait nabi Muhammad Saw