Dialog di Internet seputar "Dalil Membaca Surat Yasin Untuk Orang Mati"
Dalil Membaca Surat Yasin Untuk Orang Mati
Dalil Membaca Surat Yasin Untuk Orang Mati
Surat Yasin merupakan surat yang ke 36 yang terdiri dari
83 ayat dalam al-Quran. Sebagaimana dalam surat lain yang memiliki keutamaan
dalam sabda-sabda Rasulullah Saw, surat Yasin juga sering dianjurkan untuk dibaca
oleh Rasulullah. Riwayat hadis tentang keutamaan membaca Yasin sebagiannya
adalah sahih, ada pula yang hasan, dlaif dan maudlu' (palsu). Akan tetapi,
karena Yasin adalah sebuah surat yang diamalkan oleh warga NU dalam setiap
tahlil dan bahkan mereka hafal surat ini kendatipun mereka buta huruf Arab,
maka hal ini memancing reaksi berlebihan dari kelompok yang sejak semula memang
anti tahlil dengan mengungkap hadis-hadis palsu dan dlaif dari surat Yasin,
padahal hakekatnya mereka juga tahu bahwa dalam fadilah Yasin juga banyak
riwayat sahihnya. Diantaranya
adalah sebagai berikut:
عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَليْهِ وسَلَّمَ مَنْ قَرَأَ يس فِى لَيْلَةٍ
اِبْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ غُفِرَ لَهُ (رواه البيهقى فى شعب
الإيمان رقم 2464 وأخرجه أيضًا الطبرانى فى الأوسط رقم 3509 والدارمى رقم 3417
وأبو نعيم فى الحلية 2/159 والخطيب البغدادي 10/257 وأخرجه ابن حبان عن جندب
البجلى رقم 2574)
"Diriwayatkan
dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw bersabda: Barangsiapa membaca Surat
Yasin di malam hari seraya mengharap rida Allah, maka ia diampuni" (HR
al-Baihaqi dalam Syu'ab al-Iman No 2464, al-Thabrani dalam al-Ausath No 3509,
al-Darimi No 3417, Abu Nuaim dalam al-Hilyat II/159, Khatib al-Baghdadi X/257
dan Ibnu Hibban No 2574)
حَدِيْثُ مَنْ قَرَأَ
يس اِبْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ غُفِرَ لَهُ رَوَاهُ الْبَيْهَقِي عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ مَرْفُوْعًا وَإِسْنَادُهُ عَلَى شَرْطِ الصَّحِيْحِ وَأَخْرَجَهُ
أَبُوْ نُعَيْمٍ وَأَخْرَجَهُ الْخَطِيْبُ فَلاَ وَجْهَ لِذِكْرِهِ فِي كُتُبِ
الْمَوْضُوْعَاتِ (الفوائد المجموعة في الأحاديث الموضوعة لمحمد
بن علي بن محمد الشوكاني 1 / 302)
"Hadis yang
berbunyi: 'Barangsiapa membaca Surat Yasin seraya mengharap rida Allah, maka ia
diampuni' diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari Abu Hurairah secara marfu',
sanadnya sesuai kriteria hadis sahih. Juga diriwayatkan oleh Abu Nuaim dan
Khatib (al-Baghdadi). Maka tidak ada jalan untuk mencantumkannya dalam
kitab-kitab hadis palsu!" (al-Fawaid al-Majmu'ah I/302)
Begitu pula ahli hadis
al-Fatanni berkata:
مَنْ قَرَأَ يس فِي
لَيْلَةٍ أَصْبَحَ مَغْفُوْرًا لَهُ وَمَنْ قَرَأَ الدُّخَانَ لَيْلَةَ
الْجُمْعَةِ أَصْبَحَ مَغْفُوْرًا لَهُ فِيْهِ مُحَمَّدُ بْنُ زَكَرِيَّا
يَضَعُ قُلْتُ لَهُ طُرُقٌ كَثِيْرَةٌ
عَنْهُ بَعْضُهَا عَلَى شَرْطِ الصَّحِيْحِ أَخْرَجَهُ التُّرْمُذِي
وَالْبَيْهَقِي (تذكرة الموضوعات للفتني 1 / 80)
"Hadis yang
berbunyi: 'Barangsiapa membaca Surat Yasin di malam hari, maka di pagi harinya
ia diampuni dan barangsiapa membaca Surat al-Dukhan di malam Jumat, maka di
pagi harinya ia diampuni' Di dalam sanadnya terdapat Muhammad bin Zakariya yang
memalsukan hadis. Saya (al-Fatanni) berkata: Hadis ini memiliki banyak jalur
riwayat, yang sebagiannya sesuai kriteria hadis sahih yang diriwayatkan oleh
al-Turmudzi dan al-Baihaqi" (Tadzkirat al-Maudlu'at I/80)[1]
Bahkkan seorang ahli tafsir yang menjadi murid Ibnu Taimiyah,
yaitu Ibnu Katsir (yang tafsirnya paling sering dikaji oleh kelompok anti
tahlil), mencantumkan banyak hadis tentang keutamaan (fadilah) Surat Yasin,
diantaranya hadis riwayat al-Hafidz Abu Ya'la al-Mushili No 6224:
وَقَالَ الْحَافِظُ
أَبُوْ يَعْلَى حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ أَبِي إِسْرَائِيْلَ حَدَّثَنَا
حَجَّاجٌ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ هِشَامِ بْنِ زِيَادٍ عَنِ الْحَسَنِ قَالَ سَمِعْتُ
أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُوْلُ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مَنْ قَرَأَ يس فِي لَيْلَةٍ أَصْبَحَ مَغْفُوْرًا لَهُ وَمَنْ قَرَأَ حم الَّتِي
فِيْهَا الدُّخَانُ أَصْبَحَ مَغْفُوْرًا لَهُ
"Barangsiapa
membaca Surat Yasin di malam hari, maka di pagi harinya ia diampuni dan
barangsiapa membaca Surat al-Dukhan, maka di pagi harinya ia diampuni"
Ibnu Katsir berkata:
إِسْنَادٌ جَيِّدٌ (تفسير ابن
كثير 6 / 561)
"Ini adalah sanad yang bagus" (Tafsir Ibnu Katsir
VI/561)
Tidak banyak yang tahu
mengenai hukum menuduh hadis palsu, padahal nyata sekali bahwa riwayat tersebut
secara akumulasi adalah sahih. Maka disini Rasulullah Saw memberi kecaman bagi
mereka yang melakukan hal itu:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ
بَلَغَهُ عَنِّي حَدِيْثٌ فَكَذَّبَ بِهِ فَقَدْ كَذَّبَ ثَلاَثَةً اللهَ وَرَسُوْلَهُ
وَالَّذِي حَدَّثَ بِهِ (رواه الطبراني
في الأوسط رقم 7596 وابن عساكر 27/410 عن جابر)
"Barangsiapa yang
sampai kepadanya sebuah hadis dari saya kemudian ia mendustakannya, maka ada
tiga yang ia dustakan, yaitu Allah, Rasul-Nya dan perawi hadis tersebut"[2]
(HR al-Thabrani dalam al-Mu'jam al-Ausath No 7596 dan Ibnu 'Asakir 27/410 dari
Jabir)
Kembali ke masalah membaca surat Yasin. Lebih dari itu, ternyata
Ibnu Katsir sependapat dengan amaliyah Nahdliyin dalam membaca Surat Yasin di
dekat orang yang akan meninggal. Berikut diantara uraiannya:
ثُمَّ
قَالَ اْلإِمَامُ أَحْمَدُ حَدَّثَنَا عَارِمٌ حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ التَّيْمِي عَنْ أَبِي عُثْمَانَ -وَلَيْسَ بِالنَّهْدِي-
عَنْ أَبِيْهِ عَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ قَالَ قاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "اِقْرَؤُوْهَا عَلَى مَوْتَاكُمْ" يَعْنِي
يس. وَرَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ وَالنَّسَائِي فِي الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ وَابْنُ
مَاجَهْ مِنْ حَدِيْثِ عَبْدِ اللهِ بْنِ الْمُبَارَكِ بِهِ إِلاَّ أَنَّ فِي
رِوَايَةِ النَّسَائِي عَنْ أَبِي عُثْمَانَ عَنْ مَعْقِلٍ بْنِ يَسَارٍ.
وَلِهَذَا قَالَ بَعْضُ الْعُلَمَاءِ مِنْ خَصَائِصِ هَذِهِ السُّوْرَةِ أَنَّهَا
لاَ تُقْرَأُ عِنْدَ أَمْرٍ عَسِيْرٍ إِلاَّ يَسَّرَهُ اللهُ. وَكَأَنَّ
قِرَاءَتَهَا عِنْدَ الْمَيِّتِ لِتُنْزَلَ الرَّحْمَةُ وَالْبَرَكَةُ
وَلِيَسْهُلَ عَلَيْهِ خُرُوْجُ الرُّوْحِ وَاللهُ أَعْلَمُ. قَالَ اْلإِمَامُ
أَحْمَدُ رَحِمَهُ اللهُ حَدَّثَنَا أَبُوْ الْمُغِيْرَةِ حَدَّثَنَا صَفْوَانُ
قَالَ كَانَ الْمَشِيْخَةُ يَقُوْلُوْنَ إِذَا قُرِئَتْ - يَعْنِي يس- عِنْدَ
الْمَيِّتِ خُفِّفَ عَنْهُ بِهَا (تفسير ابن كثير 6 / 562)
"Imam Ahmad berkata (dengan meriwayatkan sebuah) bahwa
Rasulullah Saw bersabda: Bacalah surat Yasin kepada orang-orang yang meninggal
(HR Abu Dawud dan al-Nasa'i dan Ibnu Majah). Oleh karenanya sebagian ulama
berkata: diantara keistimewaan surat yasin jika dibacakan dalam hal-hal yang
sulit maka Allah akan memudahkannya, dan pembacaan Yasin di dekat orang yang
meninggal adalah agar turun rahmat dan berkah dari Allah serta memudahkan
keluarnya ruh. Imam Ahmad berkata: Para guru berkata: Jika Yasin dibacakan di
dekat mayit maka ia akan diringankan (keluarnya ruh) dengan bacaan Yasin
tersebut" (Ibnu Katsir VI/342)
Berikut
kutipan selengkapnya dari kitab Musnad Ahmad mengenai pembacaan Yasin di
samping orang yang akan meninggal yang telah menjadi amaliyah ulama terdahulu
dan terus diamalkan oleh warga NU:
حَدَّثَنَا عَبْدُ
اللهِ حَدَّثَنِي أَبِي ثَنَا أَبُوْ الْمُغِيْرَةِ ثَنَا صَفْوَانُ حَدَّثَنِي
الْمَشِيْخَةُ اَنَّهُمْ حَضَرُوْا غُضَيْفَ بْنَ الْحَرْثِ الثَّمَالِيَ حِيْنَ
اشْتَدَّ سَوْقُهُ فَقَالَ هَلْ مِنْكُمْ أَحَدٌ يَقْرَأُ يس قَالَ فَقَرَأَهَا
صَالِحُ بْنُ شُرَيْحٍ السُّكُوْنِي فَلَمَا بَلَغَ أَرْبَعِيْنَ مِنْهَا قُبِضَ
قَالَ فَكَانَ الْمَشِيْخَةُ يَقُوْلُوْنَ إِذَا قُرِئَتْ عِنْدَ الْمَيِّتِ
خُفِّفَ عَنْهُ بِهَا قَالَ صَفْوَانُ وَقَرَأَهَا عِيْسَى بْنُ الْمُعْتَمِرِ
عِنْدَ بْنِ مَعْبَدٍ (مسند أحمد بن حنبل 17010)
"Para guru bercerita bahwa mereka mendatangi Ghudlaif bin
Hars al-Tsamali ketika penyakitnya sangat parah. Shafwan berkata: Adakah
diantara anda sekalian yang mau membacakan Yasin? Shaleh bin Syuraih al-Sukuni
yang membaca Yasin. Setelah ia membaca 40 dari Surat Yasin, Ghudlaif meninggal.
Maka para guru berkata: Jika Yasin dibacakan di dekat mayit maka ia akan
diringankan (keluarnya ruh) dengan Surat Yasin tersebut. (Begitu pula) Isa bin
Mu'tamir membacakan Yasin di dekat Ibnu Ma'bad" (Musnad Ahmad No 17010)
Al-Hafidz Ibnu Hajar menilai atsar ini:
وَهُوَ حَدِيْثٌ
حَسَنُ اْلإِسْنَادِ (الإصابة في تمييز الصحابة للحافظ ابن حجر 5 /
324)
"Riwayat ini sanadnya adalah hasan" (al-Ishabat fi
Tamyiz al-Shahabat V/324)
Ahli hadis
al-Hafidz Ibnu Hajar juga menilai riwayat amaliyah ulama salaf membaca Yasin
saat Ghudlaif akan wafat sebagai dalil penguat (syahid) dari hadis riwayat
Ma'qil bin Yasar yang artinya: Bacakanlah Surat Yasin di dekat orang yang
meninggal. (Raudlah al-Muhadditsin X/266)
Al-Hafidz
Ibnu Hajar memastikan Ghudlaif ini adalah seorang sahabat:
هَذَا مَوْقُوْفٌ
حَسَنُ اْلإِسْنَادِ وَغُضَيْفٌ صَحَابِىٌّ عِنْدَ الْجُمْهُوْرِ وَالْمَشِيْخَةُ
الَّذِيْنَ نَقَلَ عَنْهُمْ لَمْ يُسَمُّوْا لَكِنَّهُمْ مَا بَيْنَ صَحَابِىٍّ
وَتَابِعِىٍّ كَبِيْرٍ وَمِثْلُهُ لاَ يُقَالُ بِالرَّأْىِ فَلَهُ حُكْمُ
الرَّفْعُ (روضة
المحدثين للحافظ ابن حجر 10 / 266)
"Riwayat sahabat ini sanadnya adalah hasan. Ghudlaif adalah
seorang sahabat menurut mayoritas ulama. Sementara 'para guru' yang dikutip
oleh Imam Ahmad tidak disebut namanya, namun mereka ini tidak lain antara
sahabat dan tabi'in senior. Hal ini bukanlah pendapat perseorangan, tetapi
berstatus sebagai hadis yang disandarkan pada Rasulullah (marfu')"
(Raudlah al-Muhadditsin X/266)
Terkait
dengan tuduhan anti tahlil yang mengutip pernyataan beberapa ulama bahwa sanad
hadis riwayat Ma'qil ini goncang, redaksi hadisnya (matan) tidak diketahui dan
sebagainya, maka cukup dibantah dengan pendapat ahli hadis al-Hafidz Ibnu Hajar
dalam Bulugh al-Maram I/195:
عَنْ مَعْقِلِ بْنِ
يَسَارٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ اَلنَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ اقْرَؤُوا عَلَى مَوْتَاكُمْ يس رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَالنَّسَائِيُّ
وَصَحَّحَهُ ابْنُ حِبَّانَ (وأخرجه أحمد 20316 وأبو داود رقم 3121 وابن
ماجه رقم 1448 وابن حبان رقم 3002 والطبرانى رقم 510 والحاكم رقم 2074 والبيهقى
رقم 6392 وأخرجه أيضاً الطيالسى رقم 931 وابن أبى شيبة رقم 10853 والنسائى فى
الكبرى رقم 10913)
"Dari Ma'qil bin
Yasar bahwa Rasulullah Saw bersabda: 'Bacalah surat Yasin di dekat orang-orang
yang meninggal.' Ibnu Hajar berkata: Diriwayatkan oleh Abu Dawud, al-Nasa'i dan
disahihkan oleh Ibnu Hibban"
(Hadis ini juga
diriwayatkan oleh Imam Ahmad No 20316, Abu Dawud No 3121, Ibnu Majah No 1448,
al-Thabrani No 510, al-Hakim No 2074, al-Baihaqi No 6392, al-Thayalisi No 931,
Ibnu Abi Syaibah No 10853 dan al-Nasa'i dalam al-Sunan al-Kubra No 10913)
Dalam kitab tersebut al-Hafidz Ibnu Hajar tidak memberi komentar
atas penilaian sahih dari Ibnu Hibban. Sementara dalam kitab beliau yang lain,
Talkhis al-Habir II/244, kendatipun beliau mengutip penilaian dlaif dari Ibnu
Qattan dan al-Daruquthni, di saat yang bersamaan beliau meriwayatkan atsar dari
riwayat Imam Ahmad diatas.
Jika telah didukung dalil-dalil hadis dan diamalkan oleh para
ulama salaf, lalu bagaimana dengan amaliyah membaca Surat Yasin setelah orang
tersebut meninggal atau bahkan dibaca di kuburannya? Berikut ini beberapa pandangan ulama terkait
penafsiran hadis di atas.
1. Ibnu Qayyim
وَهَذَا يَحْتَمِلُ
أَنْ يُرَادَ بِهِ قِرَاءَتُهَا عَلَى الْمُحْتَضَرِ عِنْدَ مَوْتِهِ مِثْلَ
قَوْلِهِ لَقِّنُوْا مَوْتَاكُمْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَيَحْتَمِلُ أَنْ
يُرَادَ بِهِ الْقِرَاءَةُ عِنْدَ الْقَبْرِ وَاْلأَوَّلُ أَظْهَرُ (الروح
لابن القيم 1 / 11)
"Hadis ini bisa jadi dibacakan di dekat
orang yang akan meninggal sebagaimana sabda Nabi Saw: Tuntunlah orang yang akan
mati diantara kalian dengan Lailahaillallah. Dan bisa jadi yang dimaksud adalah
membacanya di kuburnya. Pendapat pertamalah yang lebih kuat" (al-Ruh I/11)
2.
Ahli Tafsir al-Qurthubi
وَيُرْوَى عَنْ عَبْدِ
اللهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ أَمَرَ أَنْ
يُقْرَأَ عِنْدَ قَبْرِهِ سُوْرَةُ الْبَقَرَةِ وَقَدْ رُوِىَ إِبَاحَةُ قِرَاءَةِ
الْقُرْآنِ عِنْدَ الْقَبْرِ عَنِ الْعَلاَّءِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ وَذَكَرَ
النَّسَائِي وَغَيْرُهُ مِنْ حَدِيْثِ مَعْقِلٍ بْنِ يَسَارٍ الْمَدَنِي عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ اِقْرَأُوْا يس عِنْدَ
مَوْتَاكُمْ وَهَذَا يَحْتَمِلُ أَنْ تَكُوْنَ الْقِرَاءَةُ عِنْدَ الْمَيِّتِ فِي
حَالِ مَوْتِهِ وَيَحْتَمِلُ أَنْ تَكُوْنَ عِنْدَ قَبْرِهِ (التذكرة
للقرطبي 1 / 84)
"Diriwayatkan
dari Abdullah bin Umar bahwa ia memerintahkan agar dibacakan surat al-Baqarah
di kuburannya. Diperbolehkannya membaca al-Quran di kuburan diriwayatkan dari
'Ala' bin Abdurrahman. Al-Nasai dan yang lain menyebutkan hadis dari Ma'qil bin
Yasar al-Madani dari Nabi Saw, bahwa beliau bersabda: Bacalah Yasin di dekat
orang-orang yang meninggal. Hadis ini bisa jadi dibacakan di dekat orang yang
akan meninggal dan bisa jadi yang dimaksud adalah membacanya di kuburnya"
(Tadzkirat al-Qurthubi I/84)
3. Al-Hafidz Jalaluddin
al-Suyuthi
وَقَالَ الْقُرْطُبِي
فِي حَدِيْثِ إقْرَؤُوْا عَلَى مَوْتَاكُمْ يس هَذَا يَحْتَمِلُ أَنْ تَكُوْنَ
هَذِهِ الْقِرَاءَةُ عِنْدَ الْمَيِّتِ فِي حَالِ مَوْتِهِ وَيَحْتَمِلُ أَنْ
تَكُوْنَ عِنْدَ قَبْرِهِ قُلْتُ وَبِاْلأَوَّلِ قَالَ الْجُمْهُوْرُ كَمَا
تَقَدَّمَ فِي أَوَّلِ الْكِتَابِ وَبِالثَّانِي قَالَ إبْنُ عَبْدِ الْوَاحِدِ
الْمَقْدِسِي فِي الْجُزْءِ الَّذِي تَقَدَّمَتِ اْلإِشَارَةُ إِلَيْهِ
وَبِالتَّعْمِيْمِ فِي الْحَالَيْنِ قَالَ الْمُحِبُّ الطَّبَرِيُّ مِنْ
مُتَأَخِّرِي أَصْحَابِنَا وِفِي اْلإِحْيَاءِ لِلْغَزَالِي وَالْعَاقِبَةِ
لِعَبْدِ الْحَقِّ عَنْ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلَ قَالَ إِذَا دَخَلْتُمُ
الْمَقَابِرَ فَاقْرَؤُوْا بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَالْمُعَوِّذَتْيِن وَقُلْ
هُوَ اللهُ أَحَدٌ وَاجْعَلُوْا ذَلِكَ ِلأَهْلِ الْمَقَابِرِ فَإِنَّهُ يَصِلُ
إِلَيْهِمْ (شرح الصدور بشرح حال الموتى والقبور للحافظ جلال الدين
السيوطي 1 / 304)
"al-Qurthubi berkata mengenai
hadis: 'Bacalah Yasin di dekat orang-orang yang meninggal' bahwa Hadis ini bisa
jadi dibacakan di dekat orang yang akan meninggal dan bisa jadi yang dimaksud
adalah membacanya di kuburnya. Saya (al-Suyuthi) berkata: Pendapat pertama disampaikan oleh mayoritas
ulama. Pendapat kedua oleh Ibnu Abdul Wahid al-Maqdisi dalam salah satu
kitabnya dan secara menyeluruh keduanya dikomentari oleh Muhib al-Thabari dari
kalangan Syafiiyah. Disebutkan dalam kitab Ihya al-Ghazali, dalam al-Aqibah
Abdulhaq, mengutip dari Ahmad bin Hanbal, beliau berkata: Jika kalian memasuki
kuburan, maka bacalah al-Fatihah, al-Muawwidzatain, al-Ikhlas, dan jadikanlah
(hadiahkanlah) untuk penghuni makam, maka akan sampai pada mereka" (Syarh
al-Shudur I/304)
4.
Muhammad bin Ali al-Syaukani
وَاللَّفْظُ نَصٌّ فِى
اْلأَمْوَاتِ وَتَنَاوُلُهُ لِلْحَىِّ الْمُحْتَضَرِ مَجَازٌ فَلاَ يُصَارُ
إِلَيْهِ إِلاَّ لِقَرِيْنَةٍ (نيل الأوطار للشوكاني 4 / 52)
"Lafadz
dalam hadis tersebut secara jelas mengarah pada orang yang telah meninggal. Dan
lafadz tersebut mencakup pada orang yang akan meninggal hanya secara majaz.
Maka tidak bisa diarahkan pada orang yang akan meinggal kecuali bila ada tanda
petunjuk" (Nail al-Authar IV/52)
5. Mufti Universitas
al-Azhar Kairo Mesir, 'Athiyah Shaqar
وَحَمَلَهُ
الْمُصَحِّحُوْنَ لَهُ عَلَى الْقِرَاءَةِ عَلَى الْمَيِّتِ حَالَ اْلاِحْتِضَارِ
بِنَاءً عَلَى حَدِيْثٍ فِى مُسْنَدِ الْفِرْدَوْسِ مَا مِنْ مَيِّتٍ يَمُوْتُ
فَتُقْرَأُ عِنْدَهُ يس إِلاَّ هَوَّنَ اللهُ عَلَيْهِ لَكِنْ بَعْضُ الْعُلَمَاءِ
قَالَ إِنَّ لَفْظَ الْمَيِّتِ عَامٌ لاَ يَخْتَصُّ بِالْمُحْتَضَرِ فَلاَ مَانِعَ
مِنِ اسْتِفَادَتِهِ بِالْقِرَاءَةِ عِنْدَهُ إِذَا انْتَهَتْ حَيَاتُهُ سَوَاءٌ
دُفِنَ أَمْ لَمْ يُدْفَنْ رَوَى اْلبَيْهَقِى بِسَنَدٍ حَسَنٍ أَنَّ ابْنَ عُمَرَ
اسْتَحَبَّ قِرَاءَةَ أَوَّلِ سُوْرَةِ الْبَقَرَةِ وَخَاتِمَتِهَا عَلَى
الْقَبْرِ بَعْدَ الدَّفْنِ فَابْنُ حِبَّانَ الَّذِى قَالَ فِى صَحِيْحِهِ
مُعَلِّقًا عَلَى حَدِيْثِ اقْرَءُوْا عَلَى مَوْتَاكُمْ يس أَرَادَ بِهِ مَنْ
حَضَرَتْهُ الْمَنِيَّةُ لاَ أَنَّ الْمَيِّتَ يُقْرَأُ عَلَيْهِ رَدَّ عَلَيْهِ
الْمُحِبُّ الطَّبَرِىُّ بِأَنَّ ذَلِكَ غَيْرُ مُسَلَّمٍ لَهُ وَإِنْ سُلِّمَ
أَنْ يَكُوْنَ التَّلْقِيْنُ حَالَ اْلاِحْتِضَارِ (فتاوى الأزهر 7 /
458)
"Ulama
yang menilai sahih hadis diatas mengarahkan pembacaan Yasin di dekat orang yang
akan meninggal. Hal ini didasarkan pada hadis yang terdapat dalam musnad
al-Firdaus (al-Dailami) yang berbunyi: 'Tidak ada seorang mayit yang dibacakan
Yasin di dekatnya, kecuali Allah memberi kemudahan kepadanya.' Namun sebagian
ulama mengatakan bahwa lafadz mayit bersifat umum yang tidak khusus bagi orang
yang akan mati saja. Maka tidak ada halangan untuk menggunakannya bagi orang
yang telah meninggal, baik sudah dimakamkan atau belum. Al-Baihaqi meriwayatkan
dengan sanad yang hasan (al-Sunan al-Kubra No 7319) bahwa Ibnu Umar
menganjurkan membaca permulaan dan penutup surat al-Baqarah di kuburannya
setelah dimakamkan. Pendapat Ibnu Hibban dalam kitab sahihnya yang memberi
catatan pada hadis diatas bahwa yang dimaksud adalah orang yang akan meninggal
bukan mayit yang dibacakan di hadapannya, telah dibantah oleh Muhib al-Thabari
bahwa hal itu tidak dapat diterima, meskipun talqin
kepada
orang yang akan meninggal bisa diterima" (Fatawa al-Azhar VII/458)
6. al-Hafidz Ibnu Hajar
al-'Asqalani
تَنْبِيْهٌ قَالَ ابْنُ حِبَّانَ فِي صَحِيْحِهِ عَقِبَ حَدِيْثِ مَعْقِلٍ
قَوْلُهُ اقْرَءُوْا عَلَى مَوْتَاكُمْ يس أَرَادَ بِهِ مَنْ حَضَرَتْهُ
الْمَنِيَّةُ لاَ أَنَّ الْمَيِّتَ يُقْرَأُ عَلَيْهِ قَالَ وَكَذَلِكَ لَقِّنُوْا
مَوْتَاكُمْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَرَدَّهُ الْمُحِبُّ الطَّبَرِي فِي
اْلأَحْكَامِ وَغَيْرِهِ فِي الْقِرَاءَةِ وَسَلَّمَ لَهُ فِي التَّلْقِيْنِ (تلخيص الحبير في تخريج أحاديث الرافعي الكبير للحافظ ابن حجر 2 / 245)
"Ibnu
Hibban dalam kitab sahihnya memberi komentar pada hadis Ma'qil diatas bahwa
yang dimaksud adalah orang yang akan meninggal bukan mayit yang dibacakan di
hadapannya. Begitu pula hadis: 'Tuntunlah orang yang akan mati diantara kalian
dengan Lailahaillallah,' dan telah dibantah oleh Muhib al-Thabari dalam kitab
al-Ahkam bahwa hal itu tidak dapat diterima dalam hal membaca Yasin, sementara
talqin kepada orang yang akan meninggal bisa diterima" (Talkhis al-Habir
II/245)
7.
Muhammad al-Shan'ani
وَأَخْرَجَ أَبُوْ
دَاوُدَ مِنْ حَدِيْثِ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ عَنْهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلّمَ اِقْرَاءُوا عَلَى مَوْتَاكُمْ يس وَهُوَ شَامِلٌ لِلْمَيِّتِ بَلْ هُوَ
الْحَقِيْقَةُ فِيْهِ (سبل السلام بشرح بلوغ المرام لمحمد بن إسماعيل
الأمير الكحلاني الصنعاني 2 / 119)
"Hadis
riwayat Abu Dawud dari Ma'qil 'Bacalah Yasin di dekat orang-orang yang meninggal' ini, mencakup pada orang yang telah meninggal, bahkan hakikatnya
adalah untuk orang yang meninggal" (Subul al-Salam Syarah Bulugh al-Maram
II/119)
Riwayat
lain yang menguatkan adalah:
حَدَّثَنَا حَفْصُ
بْنُ غِيَاثٍ عَنِ الْمُجَالِدِ عَنِ الشَّعْبِيِّ قَالَ كَانَتِ الأَنْصَارُ
يَقْرَؤُوْنَ عِنْدَ الْمَيِّتِ بِسُوْرَةِ الْبَقَرَةِ (مصنف ابن
أبي شيبة رقم 10953)
"Diriwayatkan dari Sya'bi bahwa
sahabat Anshor membaca surat al-Baqarah di dekat orang yang telah
meninggal" (Mushannaf Ibnu Abi Syaibah No 10963)
Begitu
pula atsar di bawah ini:
حَدَّثَنَا وَكِيْعٌ
عَنْ حَسَّانَ بْنِ إِبْرَاهِيْمَ عَنْ أُمَيَّةَ الأَزْدِيِّ عَنْ جَابِرِ بْنِ
زَيْدٍ أَنَّهُ كَانَ يَقْرَأُ عِنْدَ الْمَيِّتِ سُوْرَةَ الرَّعْدِ (مصنف ابن
أبي شيبة رقم 10957)
"Diriwayatkan dari Jabir bin
Zaid bahwa ia membaca surat al-Ra'd di dekat orang yang telah meninggal"
(Mushannaf Ibnu Abi Syaibah No 10967)
Bahkan ahli hadis al-Hafidz Ibnu Hajar
memperkuat riwayat tersebut:
وَأَخْرَجَ ابْنُ
أَبِى شَيْبَةَ مِنْ طَرِيْقِ أَبِى الشَّعْثَاءِ جَابِرِ بْنِ زَيْدٍ وَهُوَ مِنْ
ثِقَاتِ التَّابِعِيْنَ أَنَّهُ يَقْرَأُ عِنْدَ الْمَيِّتِ سُوْرَةَ الرَّعْدِ وَسَنَدُهُ
صَحِيْحٌ (روضة
المحدثين للحافظ ابن حجر 10 / 266)
"Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari jalur Jabir
bin Zaid, ia termasuk Tabi'in yang terpercaya, bahwa ia membaca surat al-Ra'd
di dekat orang yang telah meninggal. Dan
Sanadnya adalah sahih!" (Raudlat al-Muhadditsin X/226)
[1] Dari uraian dua ulama ini dapat diketahui
bahwa tuduhan hadis palsu dalam beberapa fadilah surat Yasin karena mereka
hanya melihat dari satu jalur riwayat saja, sementara dalam hadis tersebut
memiliki banyak jalur riwayat. Hal inilah yang sering menjadi kecerobohan dari
Ibnu al-Jauzi dalam kitabnya 'al-Maudluat' yang menuai kritik tajam dari ahli
hadis lain, seperti Ibnu Hajar, al-Suyuthi dan lain-lain.
[2] Al-Hafidz al-Haitsami berkata: "Dalam
sanadnya ada perawi bernama Mahfudz bin Maisur, Ibnu Hatim tidak memberi
penilaian sama sekali kepadanya" (Majma' al-Zawaid No 660). Ini
menunjukkan hadis tersebut tidak dlaif.
24 komentar:
- harkor rakor20 Februari 2013 02.29yang anda bela harus nya ISLAM bukan NU...cukup..tulisan ini sudah menghentikan segala bantahan anda..Balas
- untuk saudara harkor rakor@ : NU membantah karena saudara2 kami seperti anda menyertamertakan bid'ah dan sesat kpd kami yang mengamalkan Tahlilan,Maulid,dll,, Sampai kapan sesama muslim menghina satu sama lain??!! Yang kami lakukan bukan membuat2 syariat baru, tapi melestarikan ajaran dari Walisongo yg merupakan pemasukan unsur Islami kdlm tradisi masyarakat Nusantara.Balas
- menurut saya yang salah bukan doa nya, tapi waktunya di hari 1-7.40.100.1000.mendak pisan mendak pindho. karena itu adalah ajaran hindu. orang yang percaya ramalan (slamatan/ tahlilan harus dilakukan pada hari2 tersebut) maka ALLAH tidak akan menerima salatnya 40 hari 40 malam. jika tidak dilakukan pada hari2 tersebut dicela orang lain dianggap tidak berbakti bahkan kebanyakan umat muslim jawa sekalipun. bagi orang yang tidak mampu acara tahlilan di hari2 tersebut harus rela ngutang sana sini agar tidak dicela saudara sesama muslimnya. Rosulullah tidak pernah mengajarkan bersedekah (menjamu tamu tahlilan sekampung) jika tidak mampu bahkan Rosul menganjurkan mengirim makanan bagi keluarga yang ditimpa musibah bukan malah memberatkanya dengan acara2 tahlilan tersebut. walisongo tahu adat slamatan di hari 1-7.40.100.1000 dstnya adalah salah, tapi Beliau2 yakin dengan menyisipkan ajaran islam dalam budaya jawa masyarakat jawa akan mengenal dan mencintai islam yang pada akhirnya mereka akan mempelajari islam sehingga tahu mana yang salah mana yang benar tanpa harus menghujat dan menghapus budaya hindu yang sudah 700 tahun lebih ada di jawa. para Sunan yakin kelak generasi penerus mereka yaitu kita akan meluruskan semuanya karena dakwah islam tidak akan pernah habis hingga kiamat tiba. intinya Rosulullah mengajurkan untuk meringankan beban atau membantu keluarga yang terkena musibah bukan malah memberatkannya dengan acara tahlilan yang makan biaya tidak sedikit.Balas
- Orang yang membanggakan golongannya disebut Syirik, kembalikan semuanya kepada Al Qur'an dan Hadits. Kita lihat keputusan Sesepuh pada Tahun 1926 dulu, tentang acara tahlilan yang tentunya didlamnya ada yasinan,Balas
Fakta yang dilupakan :Keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama [ NU ] Tentang Tahlilan, Menyediakan Makanan Kepada Penta’ziyah
MUKTAMAR I NAHDLATUL ULAMA (NU) KEPUTUSAN MASALAH DINIYYAH NO: 18 / 13 RABI’UTS TSAANI 1345 H / 21 OKTOBER 1926 DI SURABAYA
“Muktamar NU ke-1 di Surabaya tanggal 13 Rabi’uts tsani 1345H/21Oktober 1926M mencantumkan pendapat Ibnu Hajar Al-Haitami dan menyatakan bahwa selamatan setelah kematian (yakni Tahlilan dan Yasinan-ed) adalah Bid’ah yang hina/tercela, namun tidak sampai mengharamkannya. (Ahkamul Fuqaha, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, keputusan Muktamar, Munas Kombes Nahdhatul Ulama (1926-2004M) LTN NU Jawa Timur Bekerja sama dengan Penerbit Khalista, Surabaya-2004. Cetakan ketiga, Februari 2007 Halaman 15 s/d 17).” (KH. Makhrus Ali dalam buku “Mantan Kyai NU menggugat Tahlilan, Istighosahan dan Ziarah para Wali” hal.19)
Keluarga Mayit Menyediakan Makanan Kepada Penta’ziyah
Keterangan :
1. Dalam Kitab I’anah al- Thalibin:
وَ يُكْرَهُ لِأَهْلِ الْمَيِّتِ الْجُلُوْسِ لِلتَّعْزِيَةِ وَصَنْعُ طَعَامٍ يُجْمِعُوْنَ النَّاسَ عَلَيْهِ لِمَا رَوَى أَحْمَدُ عَنْ جَرِيْرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ الْبَجَلِي قاَلَ كُنَّا نَعُدُّ الْإِجْتِمَاعَ إِلَى أَهْلِ الْمَيِّتِ وَصَنْعَهُمُ الطَّعَامَ بَعْدَ دَفْنِهِ مِنَ النِّيَاحَةِ.
“Dan makruh [dibenci] hukumnya bagi keluarga mayit ikut duduk bersama orang-orang yang sengaja diundang untuk berta’ziyah dan menghidangkan makanan bagi mereka, sesuai dengan riwayat Ahmad dari Jarir bin Abdullah al-Bajali, yang mengemukakan: “Kami menganggap berkumpul di (rumah keluarga) mayit dengan menyuguhi makanan pada mereka, setelah si mayit dikubur, itu sebagai bagian ratapan (yang dilarang)”. - 2. Dalam Kitab Al-Fatawa al-Kubra:Balas
وفي الفتاوى الكبرى فى أوائل الجزء الثانى ما نصه (وَسُئِل) أَعَادَهُ اللهُ عَلَيْنَا مِنْ بَرَكَاتِهِ عَمَّا يُذْبَحُ مِنَ النَّعَمِ وَ يُحْمَلُ مَعَ مِلْحٍ خَلْفَ الْمَيِّتِ إِلَى الْمَقْبَرَةِ وَ يُتَصَدَّقُ بِهِ عَلَى الْحَفَّارِيْنَ فَقَطْ وَ عَمَّا يُعْمَلُ ثَالِثَ مَوْتِهِ مِنْ تَهْيِئَةِ أَكْلٍ أَوْ إِطْعَامِهِ لِلْفُقَرَاءِ وَ غَيْرِهِمْ وَ عَمَّا يُعْمَلُ يَوْمَ السَّابِعِ كَذَلِكَ وَ عَمَّا يُعْمَلُ تَمَامَ الشَّهْرِ مِنَ الْكَعْكِ وَيُدَارُ بِهِ عَلَى بُيُوْتِ النِّسَاءِ التِي حَضَرْنَ الْجَنَازَةَ وَ لَمْ يَقْصُدُوْا بِذَلِكَ إِلاَّ مُقْتَضَى عَادَةِ أَهْلِ الْبِلاَدِ حَتىَّ أَنَّ مَنْ لَمْ يَفْعَلْ ذَلِكَ صَارَ مَمْقُوْتًا عِنْدَ هُمْ حَسِيْسًا لاَ يَعْبَأُوْنَ بِهِ وَ هَلْ إِذَا قَصَدُوْا بِذَلِكَ الْعَادَةَ وَ التَّصَدَّقَ فِي غَيْرِ الْأَخِيْرَةِ أَوْ مُجَرَّدَ الْعَادَةِ مَا ذَا يَكُوْنُ الْحُكْمُ جَوَازًا أَوْ غَيْرَهُ. وَ هَلْ يُوْزَعُ مَا صُرِفَ عَلَى انْصِبَاءِ الْوَرَرَثَةِ عِنْدَ قِسْمَةِ التِّرْكَةِ وَ إِنْ لَمْ يَرْضَ بِهِ بَعْضُهُمْ وَ عَنِ الْمَيِّتِ عِنْدَ أَهْلِ المَيِّتِ إِلَى مُضِيِّ شَهْرٍ مِنْ مَوْتِهِ لِأَنَّ ذَلِكَ عِنْدَهُمْ كَالْفَرْضِ مَا حُكْمُهُ؟ (فَأَجَابَ) بِقَوْلِهِ جَمِيْعُ مَا يُفْعَلُ مِمَّا ذُكِرَ فِي السُّؤَالِ مِنَ الْبِدَعِ الْمَذْمُوْمَةِ لَكِنْ لاَ حُرْمَةَ فِيْهِ إِلاَّ إِنْ فُعِلَ شَيْءٌ مِنْهُ لِنَحْوِ نَائِحَةٍ أَوْرَثَاءٍ وَمَنْ قَصَدَ بِفِعْلِ شَيْءٍ مِنْهُ دَفَعَ أَلْسِنَةِ الْجُهَّالِ وَ حَوْضِهِمْ فِي عَرْضِهِ بِسَبَبِ التَّرْكِ. يرْجَى أَنْ يَكْتَبَ لَهُ ثَوَابُ ذَلِكَ أَخْذًا مَنْ أَمْرِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ مَنْ أَحْدَثَ فِي الصَّلاَةِ بِوَضْعِ يَدِهِ عَلَى أَنْفِهِ. وَ عَلَّلُوْا بِصَوْنِ عَرْضِهِ عَنْ حَوْضِ النَّاسِ فِيْهِ عَلَى غَيْرِ هَذِهِ الْكَيْفِيَةِ وَلاَ يَجُوْزُ أَنْ يُفْعَلَ شَيْءٌ مِنْ ذَلِكَ مِنَ التِّرْكَةِ حَيْثُ كَانَ فِيْهَا مَحْجُوْرٌ عَلَيْهِ مُطْلَقًا أَوْ كَانُوْا كُلَّهُمْ رُشَدَاءَ لَكِنْ لَمْ يَرْضَ بَعْضُهُمْ. - “Imam Ibnu Hajar ditanya -semoga Allah mengembalikan barakahnya kepada kita-, bagaimanakah tentang hewan yang disembelih dan dimasak kemudian dibawa di belakang mayit menuju kuburan untuk disedekahkan ke para penggali kubur saja, dan tentang yang dilakukan pada hari ketiga kematian dalam bentuk penyediaan makanan untuk para fakir dan yang lain, dan demikian halnya yang dilakukan pada hari ketujuh, serta yang dilakukan pada genap sebulan dengan pemberian roti yang diedarkan ke rumah-rumah wanita yang menghadiri prosesi ta’ziyah jenazah. Mereka melakukan semua itu tujuannya hanya sekedar melaksanakan kebiasaan penduduk setempat sehingga bagi yang tidak mau melakukannya akan dibenci oleh mereka dan ia akan merasa diacuhkan. Kalau mereka melaksanakan adat tersebut dan bersedekah tidak bertujuan (pahala) akhirat, maka bagaimana hukumnya, boleh atau tidak? Apakah harta yang telah ditasarufkan, atas keinginan ahli waris itu masih ikut dibagi/dihitung dalam pembagian tirkah, walaupun sebagian ahli waris yang lain tidak senang pentasarufan sebagian tirkah bertujuan sebagai sedekah bagi si mayit selama satu bulan berjalan dari kematiannya. Sebab, tradisi demikian, menurut anggapan masyarakat harus dilaksanakan seperti “wajib”; bagaimana hukumnya? Beliau menjawab: semua yang dilakukan sebagaimana yang ditanyakan di atas termasuk bid’ah yang tercela tetapi tidak sampai haram (makruh); kecuali jika prosesi penghormatan pada mayit di rumah ahli warisnya itu bertujuan untuk “meratapi” atau memuji secara berlebihan (ratsa’) pada keluarga mayit. Dalam melakukan prosesi tersebut ia harus bertujuan menangkal “ocehan” orang-orang bodoh, agar mereka tidak menodai kehormatan dirinya, gara-gara ia tidak mau melakukan prosesi penghormatan di atas. Dengan sikap demikian, diharapkan ia mendapatkan pahala setara dengan realisasi perintah Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam. terhadap seseorang yang batal (karena hadats) shalatnya untuk menutup hidung dengan tangan (seakan-akan hidungnya keluar darah). Ini demi untuk menjaga kehormatan dirinya, jika ia berbuat di luar kebiasaan masyarakat. Dan tidak boleh diambil/dikurangi dari tirkah seperti kasus di atas. Sebab, tirkah yang belum dibagikan mutlak harus dijaga utuh, atau ahli warisnya sudah pandai-pandai, tetapi sebagian dari mereka tidak rela (jika tirkah itu digunakan sebelum dibagi kepada ahli waris)”.Balas
- Telah terjadi apa yang dipesankan Rasululloh SAW pada kita bahwa salah satu tanda makin dekatnya hari kiamat adalah generasi kemudian mencela generasi terdahuluBalas
- Disebut istilah tahlilan karena didalamnya ada dibacakan kalimah tahlil. Padahal istilah itu untuk memudahkan orang menyebutkannya bahwa mendoakan orang yg telah meninggal di rumah yg meninggal atau dimana saja disebut tahlilan. Tidak ada bedanya seperti pengajian mingguan, bulanan dsb itu mah cuma istilah. Tahlil, zikir membaca Al-Qur'an, berdoa adalah amalan yang bebas dilakukan oleh umat Islam. arti bebas disini boleh kapan saja dan boleh ditentukan waktunya oleh kita sendiri, karena Rasulullah pun tidak menentukan waktunya. Jadi boleh ditentukan oleh kita dan boleh kapan saja. Dalam tahlilan menentukan hari kesatu, ketiga, ketujuh dan seterusnya itu ditentukan oleh kita sendiri karena agama memerintahkan untuk mengamalknnya kapan saj baik ditentukan oleh kita maupun bebas tidak ditentukan waktunya. Jadi kumah dewek bae da bebas tea. Yang disebut niyahah itu apabila berkumpul-kumpul dirumah si mayit hanya untuk makan-makan saja. Ini jelas tidak etis. Tetapi kalau berkumpul-kumpul di rumah si mayit intuk berdoa, tahlil, tasbih,tahmid dan takbir, istigfar serta membaca Al-Qur'an itu baik sekali karena si mayit sangat memerlukan sekali doa dari yang hidup. Mengapa sebelum berdoa membaca Al-Qur'an dulu, zikir dulu. Itu sebagai pendekatan diri kepada Allah sebagai pengamalan dari iyyaaka na'budu lalu berdoa ( waiyyaaka nasta'iin). Jadi sebenarnya Tahlilan (berdoa untuk mayit) ada dasar hukumnya kalau kita mau betul-betul menggalinya dengan legowo.Balas
- Alhamdulillah anda telah menjelaskan dalil-dalil yang dibutuhkan oleh masyarakat luas sehingga tidak goyah dan bisa lebih mantab dalam melaksanakannya, yang penting bagi kami tidak ada unsur syirik di dalamnya dan didasari mencari ridho dari Alloh SWT.itu juga yang saya tanamkan di Pondok Pesantren saya "Ponpes Darussalam Dsn.Genengan Ds. Banjaragung Kec.Puri Kab.Mojokerto Jatim. selama ada dalil yang menguatkan mari kita lanjutkan mudah-mudahan diridhoi oleh Alloh SWTBalas
- Yang tidak mau melakukan tahlilan, ya sudah GAK PAPA. Tapi jangan terus mengklaim HARAM, NERAKA, dan lain lain.. Lebih baik anda DIAM SAJA.....Balas
- 1. KANG ADJI BENER... sekedar nambahin... klo cuman buka i'anah,tuhfah,nihayah,fatawa hadisiah,fatawa kubor anak santri juga bisa...yang jadi masalah memahami masalah dan ucapan nya.... antum milih HADIS SHOHEH APA FATWA ULAMA MADZHAB yang ngga di akuin sama ahli sunnah salafi.... ? inih ada hadis tentnagn KEBOLEHAN makan di rumah ahli mayit yang menjadi takhsis perkataan i'anah,fatawa,tuhfah dll... :Balas
• قال الإمام أبو داود في سننه : حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ، أَخْبَرَنَا ابْنُ إِدْرِيسَ، أَخْبَرَنَا عَاصِمُ بْنُ كُلَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ رَجُلٍ مِنَ الْأَنْصَارِ قَالَ: خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي جَنَازَةٍ، فَرَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ عَلَى الْقَبْرِ يُوصِي الْحَافِرَ: «أَوْسِعْ مِنْ قِبَلِ رِجْلَيْهِ، أَوْسِعْ مِنْ قِبَلِ رَأْسِهِ» ، فَلَمَّا رَجَعَ اسْتَقْبَلَهُ دَاعِي امْرَأَةٍ فَجَاءَ وَجِيءَ بِالطَّعَامِ فَوَضَعَ يَدَهُ، ثُمَّ وَضَعَ الْقَوْمُ، فَأَكَلُوا، فَنَظَرَ آبَاؤُنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَلُوكُ لُقْمَةً فِي فَمِهِ، ثُمَّ قَالَ: «أَجِدُ لَحْمَ شَاةٍ أُخِذَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ أَهْلِهَا» ، فَأَرْسَلَتِ الْمَرْأَةُ، قَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي أَرْسَلْتُ إِلَى الْبَقِيعِ يَشْتَرِي لِي شَاةً، فَلَمْ أَجِدْ فَأَرْسَلْتُ إِلَى جَارٍ لِي قَدِ اشْتَرَى شَاةً، أَنْ أَرْسِلْ إِلَيَّ بِهَا بِثَمَنِهَا، فَلَمْ يُوجَدْ، فَأَرْسَلْتُ إِلَى امْرَأَتِهِ فَأَرْسَلَتْ إِلَيَّ بِهَا، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَطْعِمِيهِ الْأُسَارَى»
“Kami keluar bersama Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam pada sebuah jenazah, maka aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam berada diatas kubur berpesan kepada penggali kubur : “perluaskanlah olehmu dari bagian kakinya, dan juga luaskanlah pada bagian kepalanya”, Maka tatkala telah kembali dari kubur, SEORANG WANITA (ISTRI MAYIT) MENGUNDANG ( MENGAJAK ) ROSULL, maka Rasulullah datang seraya DIDATANGKAN (DISUGUHKAN) makanan yang diletakkan dihadapan Rasulullah, kemudian DILETAKAN juga pada sebuah PERKUMPULAN (qaum/sahabat), kemudian DIMAKANLAH oleh mereka. Maka ayah-ayah kami melihat Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam MAKAN dengan suapan, dan bersabda: “aku mendapati daging kambing yang diambil tanpa izin pemiliknya”. Kemudian wanita itu berkata : “wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah mengutus ke Baqi’ untuk membeli kambing untukku, namun tidak menemukannya, maka aku mengutus kepada tetanggaku untuk membeli kambingnya kemudian agar di kirim kepadaku, namun ia tidak ada, maka aku mengutus kepada istinya (untuk membelinya) dan ia kirim kambing itu kepadaku, maka Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda : “berikanlah makanan ini untuk tawanan”. (diriwayatkan oleh imam abu daud dan imam baihaqi,kedudukan nya marfu’ dan di shohehkan oleh sykeh albani sendiri muhadits ahli sunnah salafi SYEIHK AL-AALIM AL ALAAAAAMAH AL-BANI dalam kitab aunul ma’bud syarah sunan abu daud )
yang itu saya rasa udah sangat cukup sebagai dalil KEBOLEHAN MENYEDIAKAN nya ahli mayit DAN MAKAN nya penta'ziah. - 2.AGAMA HINDU NGGA PUNYA AJARAN 7-40-100..andaipun ada itu cuman tradisi dan ngga sama....klo itu berasal dari hindu, berarti imam suyuthi,para TABI'IN DAN ULAMA SALAF di mekkah dan madinah itu ikut ajaran hindu....pasti ngga mungkin terjadi.... ngga percaya? ini buktinya :Balas
قَالَ الامامُ أَحَمْدُ بْنُ حَنْبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْه فى كِتَابِ الزُّهْدِ لَهُ : حَدَّثَنَا هَاشِمٌ بْنُ الْقَاسِمِ قَالَ : حَدَّثَنَا الأَشْجَعِىُّ عَنْ سُفْيانَ قَالَ الطاوس : اِنَّ الْمَوْتَى يُفْتَنُونَ فى قُبُورِهِمْ سَبْعًا فَكَانُوا يَسْتَحِبُّونَ أَنْ يَطْعَمُوا عَنْهُمْ تِلْكَ الْأيَّامَ , قَالَ الْحافِظُ أَبُو نَعِيم فى الْجَنَّةَ : حَدَثْنَا أَبُو بَكْرٍ بْنُ مَالِكِ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ أُحْمَدُ بْنُ حَنْبَلِ حَدَثِنَا أَبِى حَدَّثَنَا هَاشِمُ بْنُ الْقَاسِمِ حَدَّثَنَا الأَشْجَعِىُّ عَنْ سُفْيانِ قَالَ : قَالَ طاوس : اِنَّ الْمَوْتَى يُفْتَنُونَ فى قُبُورِهِمْ سَبْعًا فَكَانُوا يَسْتَحِبُّونَ أَنْ يَطْعَمُوا عَنْهُمْ تِلْكَ الْأيَّامَ
“Telah berkata Imam Ahmad bin Hanbal ra di dalam kitabnya yang menerangkan tentang kitab zuhud: Telah menceritakan kepadaku Hasyim bin Qasim sambil berkata: Telah menceritakan kepadaku al-Asyja’i dari Sufyan sambil berkata: TelaH berkata Imam Thawus (ulama besar zaman Tabi’in, wafat kira-kira tahun 110 H / 729 M): Sesungguhnya orang-orang yang meninggal akan mendapat ujian dari Allah dalam kuburan mereka selama 7 hari. Maka, disunnahkan bagi mereka yang masih hidup mengadakan jamuan makan (sedekah) untuk orang-orang yang sudah meninggal selama hari-hari tersebut.Telah berkata al-Hafiz Abu Nu’aim di dalam kitab Al-Jannah: Telah menceritakan kepadaku Abu Bakar bin Malik, telah menceritakan kepadaku Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, telah menceritakan kepadaku Ubay, telah menceritakan kepadaku Hasyim bin al-Qasim, telah menceritakan kepadaku al-Asyja’i dari Sufyan sambil berkata: Telah berkata Imam Thawus: Sesungguhnya orang-orang yang meninggal akan mendapat ujian dari Allah dalam kuburan mereka selama 7 hari. Maka, disunnahkan bagi mereka yang masih hidup mengadakan jamuan makan (sedekah) untuk orang-orang yang sudah meninggal selama hari-hari tersebut.”
Hadits di atas diriwayatkan al-Imam Ahmad bin Hanbal dalam al-Zuhd, al-Hafizh Abu Nu’aim dalam Hilyah al-Auliya’ (juz 4 hal. 11), al-Hafizh Ibnu Rajab dalam Ahwal al-Qubur (32), al-Hafizh Ibnu Hajar dalam al-Mathalib al-’Aliyah (juz 5 hal. 330) dan al-Hafizh al-Suyuthi dalam al-Hawi lil-Fatawi (juz 2 hal. 178).Menurut al-Hafizh al-Suyuthi, hadits di atas diriwayatkan secara mursal dari Imam Thawus dengan sanad yang shahih. Hadits tersebut diperkuat dengan hadits Imam Mujahid yang diriwayatkan oleh Ibnu Rajab dalam Ahwal al-Qubur dan hadits Ubaid bin Umair yang diriwayatkan oleh Imam Waki’ dalam al-Mushannaf, sehingga kedudukan hadits Imam Thawus tersebut dihukumi marfu’ yang shahih. Demikian kesimpulan dari kajian al-Hafizh al-Suyuthi dalam al-Hawi lil-Fatawi.Tradisi bersedekah kematian selama tujuh hari berlangsung di Kota Makkah dan Madinah sejak generasi sahabat, hingga abad kesepuluh Hijriah, sebagaimana dijelaskan oleh al-Hafizh al-Suyuthi imam suyuthi juga menyebutkan riwayah dan diroyah atsar ini dan menetapkan hukum marfu. dan ini menunjukan tentang hukum kebolehan bershodaqoh untuk mayit sampai hari ketujuh. ... klo mau bilang dhoif silahkan KASIH BUKTI DAN HUJJAH RIWAYAH DAN DIROYAH NYA... - 3.BOLEEH DONG nentuin hari-hari tertentu buat beramal baik kaya shodaqoh mayit atau memuliakan tamu... butuh hadis ? ini hadisnya :Balas
• قال الإمام البخاري رحمه الله تعالى في كتابه : حَدَّثَنَا مُوسى بْنُ إسماعيلَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُسْلِمٍ ، عَنْ عَبْداللَّهِ اِبْنِ دِينارٍ عَنِ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْه : كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْتِي مَسْجِدَ قُبَاءٍ كُلَّ سَبْتٍ مَاشِيًا وَرَاكِبًا وَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَفْعَلُهُ (فتح الباري شرح صحيح البخاري)
“Nabi SAW selalu mendatangi masjid Quba setiap hari sabtu baik dengan berjalan kaki maupun dengan mengendarai kendaraan, sedangkan Abdullah selalu melakukannya.” ( HR. Imam Bukhari )
al-Hafidz Ibnu Hajar mengomentari hadits ini dan satu hadis setelahnya diakhir pembahasan bab sebagai berikut :
الْحَديثُ عَلَى اِخْتِلاَفِ طُرُقِهِ دَلالَةٌ عَلَى جَوَازِ تَخْصِيصِ بَعْضِ الْأيَّامِ بِبَعْضِ الْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ وَالْمُدَاوِمَةِ عَلَى ذَلِكً . وَفِيه أَنَّ النَّهْي عَنْ شَدِّ الرَّحَّالِ لِغَيْرَ الْمَسَاجِدِ الثَلاَثةِ ليس عَلَى التَّحْرِيمِ
“Hadits ini dengan sekian jalur yang bervariasi menunjukkan akan diperbolehkannya menjadikan hari-hari tertentu untuk sebuah amal sholeh yang baik dan istiqamah dalam menjalankan nya.Hadits ini juga menerangkan bahwa larangan bepergian ke selain tiga masjid bukanlah sebuah keharaman (Masjid al-Haram, Masjid al-Aqsa, dan Masjid Nabawi tidak haram)
klo antum bilang DHO'IF berarti secara ngga langsung MENDHO'IFKAN imam bukhori dan ibnu hajar asqolan.... itu dari hadis dulu karena biasanya ahli sunnnnnnah salafi suka meriksa hadis... - itu semua menunjukan bahwa kemakruhannya TIDAK MUTLAQ PADA STIAP KEADAAN...KESIMPULAN NYA hukum makruh tersbut hanya terjadi apabila keluarga mayit itu orang yang faqir (bukan KIKIR).. masih butuh qoul ulama... ? ini ulama malikiah dan syafi'iah :Balas
و أمَّا مَا يَصْنَعُهُ أقاربُ الميّتِ مِنَ الطَّعَامِ و جَمْعِ النَّاسِ عَلَيه , فَإِنْ كَانَ لِقِرَاءةِ الْقُرْآنِ و نَحْوِ هِمَا مِمَّا يُرْجَى خَيْرُهُ لِلَمَيْتِ فَلاَبَأْسَ, و إِنْ كَانَ لِغَيْرِ ذَلِكَ فَيُكْرَهُ
Adapun apa-apa yang dibuat oleh kerabat mayit (saudara ) dari jenis makan makanan dan mengumpulkan orang di rumahnya,jika makanan tersebut di sediakan untuk pembaca alqur’an atau semacamnya (pembaca doa dan lain-lain) dari sesuatu yang diharapkan kebaikan nya untuk mayit tersebut maka hukumnya tidak mengapa (boleh).namun jika makanan tersebut bukan untuk para penta’ziah yg membaca qur’an atau semacamnya maka hal itu dimakruhkan. ( majmu fatawa wa rosa'il syiekh sayyid alawi al maliki pengarang kitab mafahim,bab walimah )
وَالتَّصَدُّقُ عَنِ الْمَيْتِ عَلَى وَجْهِ شَرْعِيٍّ مَطْلُوبٌ وَلَا يُتَقَيَّدُ بِكَوْنِهِ سَبْعَةَ أيَّامٍ او أَكْثَرَ او أَقَلَّ ، وَتَقْيِيدٌ بِبَعْضِ الْأيَّامِ مِنَ الْعَوَائِدِ فَقَطْ. كَمَا أَفْتَى بِذَلِكَ السَّيِّدُ أَحْمَدُ دَحَلانَ وَقَدْ جَرَتْ عَادَةُ النَّاسِ بِالتَّصَدُّقِ عَنِ الْمَيْتِ فِي ثَالِثٍ مِنْ مَوْتِهِ وَفِي سابعٍ وَفِي تَمامِ الْعَشْرَيْنِ وَفِي الأربعين وَفِي المِائَةِ وَبَعْدَ ذَلِكَ يُفْعَلُ كُلَّ سَنَةٍ حَوْلًا فِي يَوْمِ الْمَوْتِ كَمَا أَفَادَ شَيْخُنَا يُوسُفُ السَنْبَلاَوِينِي (نهاية الزين)
“Bersedekah atas nama mayit dengan cara yang syar’iy adalah dianjurkan, tanpa ada ketentuan harus 7 hari, lebih atau kurang dari 7 hari. Sedangkan penentuan sedekah pada hari-hari tertentu itu hanya merupakan kebiasaan masyarakat saja, sebagaimana difatwakan oleh Sayyid Ahmad Dahlan.Sungguh telah berlaku di masyarakat adanya kebiasaan bersedekah untuk mayit pada hari ketiga kematian, hari ketujuh, dua puluh, empat puluh hari serta seratus hari.Setelah itu dilakukan setiap tahun pada hari kematiannya.Sebagaimana disampaikan oleh guru kami Syaikh Yusuf al-Sunbulawaini.”. ( nihayatu zein bab wasiat karangan syeikh nawawi tanara banten )
ini membuktikan bahwa hukum makruh yg ada di I'ANAH,TUHFATH,MAJMU DLL itu terjadi jika keluarga mayit itu faqir....klo biasa ajah yah jangan di fakir2in segala.... - masih bilang bid'ah juga...? ini ulama ahli sunnnnnah salafi berkata :Balas
حُكْمُ حُضُورِ مَجْلِسِ الْعَزَاءِ وَالْجُلُوسِ فِيه (س): هَلْ يَجُوزُ حُضُورُ مَجْلِسِ الْعَزَاءِ وَالْجُلُوسِ مَعَهُمْ ؟ ج: إِذَا حَضَرَ الْمُسْلِمُ وَعَزَّى أهْلَ الْمَيِّتِ فَذَلِكَ مُسْتَحَبٌّ ؛ لمَا فِيه مِنَ الْجَبْرِ لَهُمْ وَالتَّعْزِيَةِ ، وَإِذَا شَرِبَ عِنْدَهُمْ فِنْجَانَ قَهْوَةٍ أَوْ شَاي أَوْ تُطَيِّبَ فَلَا بَأسً كَعَادَةِ النَّاسِ مَعَ زُوَّارِهُمْ .
Soal: Bolehkah menghadiri majlis ta’ziyah (tahlilan) dan duduk-duduk bersama mereka?Jawab: Apabila seorang Muslim menghadiri majliz ta’ziyah dan menghibur keluarga mayit maka hal itu disunnahkan, karena dapat menghibur dan memotivasi kesabaran kepada mereka. Apabila minum secangkir kopi, teh atau memakai minyak wangi (pemberian keluarga mayit), maka hukumnya tidak apa-apa, sebagaimana kebiasaan masyarakat terhadap para pengunjungnya.”
(Syaikh Ibnu Baz, Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, juz 13 hal. 371.)
baca pelan-pelan yang tenang.... ada MINUM KOPI nyah juga lhoooh.... - masih ngga nyalahin juga.... ?Balas
masih kurang yakin ? ini ada satu lagi :
عَشَاءُ الْوَالِدِينَ
س : الأخ أ. م. ع. مِنَ الرِّياضِ يَقُولُ فِي سُؤَالِهِ : نَسْمَعُ كَثِيرًا عَنْ عَشَاءِ الْوَالِدِينَ أَوْ أحَدِهِمَا ، وَلَهُ طُرُقٌ مُتَعَدِّدَةٌ ، فَبَعْضُ النَّاسِ يَعْمَلُ عِشَاءَ خَاصَّةٍ فِي رَمَضانِ وَيَدْعُو لَهُ بَعْضَ الْعُمَّالِ وَالْفقراءِ ، وَبَعْضُهُمْ يُخْرَجُهُ للذين يُفْطِرُونَ فِي الْمَسْجِدِ ، وَبَعْضُهُمْ يَذْبَحَ ذَبيحَةَ وَيُوَزِّعُهَا عَلَى بَعْضِ الْفقراءِ وَعَلَى بَعْضِ جِيرَانِهِ ، فَإِذَا كَانَ هَذَا الْعَشَاءُ جَائِزًا فَمَا هِي الصِّفَةُ الْمُنَاسِبَةُ لَهُ؟ ( ج ) : الصَّدَقَةُ لِلْوَالِدِينَ أَوْ غِيَرِهُمَا مِنَ الْأقاربِ مَشْرُوعَةٌ ؛ لِقولِ « النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيه وَسَلَّمَ : لَمَّا سَأَلَهُ سَائِلٌ قَائِلًا : هَلْ بَقِيَ مِنْ بَرٍّ أَبَوَيْ شَيْءٌ أَبَرَّهُمَا بِهِ بَعْدَ مَوْتِهِمَا ؟ قَالَ نَعَمْ الصَّلاَةُ عَلَيهُمَا وَالْاِسْتِغْفارُ لَهُمَا وإنفاذُ عَهْدِهِمَا مِنْ بَعْدِهِمَا وَإكْرَامُ صَدِيقِهِمَا وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِي لَا تُوَصِّلْ إلّا بِهِمَا » وَلِقَوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيه وَسَلَّمُ :« إِنَّ مَنْ أَبَرَّ الْبَرَّ أَنْ يَصِلَ الرَّجُلُ أهْلَ وَدِّ أَبِيه »« وَقَوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيه وَسَلَّمَ لَمَّا سَأَلَهُ سائِلٌ قَائِلًا : إِنَّ أُمَّي مَاتَتْ وَلَمْ تُوصِ أَفَلَهَا أَجْرٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا ؟ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيه وَسَلَّمَ نَعَمْ » وَلِعُمُومِ قَوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيه وَسَلَّمُ :« إِذَا مَاتَ اِبْنُ آدَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ إلّا مِنْ ثَلاثٍ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمُ يَنْتَفِعُ بِهِ أَوْ وَلَدٌ صَالِحٌ يَدْعُو لَهُ ». وَهَذِهِ الصَّدَقَةُ لَا مُشَاحَّةَ فِي تَسْمِيَتِهَا بِعَشَاءِ الْوَالِدِينَ أَوْ صَدَقَةِ الْوَالِدَيْنِ سَواءٌ كَانَتْ فِي رَمَضانَ أَوْ غَيْرَهُمَا
“HUKUM KENDURI UNTUK MAYIT KEDUA ORANG TUA” Soal: Sda AMA, Riyadh. Kami banyak mendengar tentang kenduri untuk kedua orang tua atau salah satunya.Dan banyak caranya.Sebagian masyarakat mengadakan kenduri khusus pada bulan Ramadhan dengan mengudang sebagian pekerja dan fakir miskin.Sebagian lagi mengeluarkannya bagi mereka yang berbuka puasa di Masjid.Sebagian lagi menyembelih hewan dan membagikannya kepada sebagian fakir miskin dan tetangga.Apakah kenduri ini boleh? Lalu bagaimana cara yang wajar?Jawab: “Sedekah untuk kedua orang tua, atau kerabat lainnya memang dianjurkan syara’, karena sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, ketika seseorang bertanya: “Apakah aku masih bisa berbakti kepada kedua orang tua setelah mereka wafat?” “Iya, menshalati jenazahnya, memohonkan ampunan, menepati janjinya, memuliakan teman mereka, menyambung tali kerabatan yang hanya tersambung melalui mereka.” Dan karena sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: “Termasuk kebaktian yang paling baik adalah seseorang menyambung hubungan mereka yang dicintai ayahnya.” Dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketiak seseorang bertanya: “Sesungguhnya ibuku telah meninggal dan tidak berwasiat. Apakah ia akan mendapatkan pahala jika aku bersedekah untuknya?” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Iya”. Dan karena keumuman sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: “Apabila seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali dari tiga perkara, sedekah yang mengalir, ilmu yang dimanfaatkan dan anak shaleh yang mendoakannya.” Sedekah semacam ini, tidak menjadi soal dinamakan kenduri kedua orang tua atau sedekah kedua orang tua, baik dilakukan pada bulan Ramadhan atau selainnya.
(Syaikh Ibnu Baz, Majmu Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, juz 13 hal. 253-254)
sya letakan 2 fatwa ulama ahli sunnah di akhir sebgai bantahan...syiekh nawawi,syiekh ismail zein dan syiekh sayid al maliki yg saya jadikan pegangan...
terimalah kebenaran yg ada...minimal tidak menyalahkan yang punya pegangan kuta.... klo mau ngebantah terlebih dahulu silahkan bantah al aaalimm...al alaaaamah syiekh bin bazzz.... sekrang kita perhatikan siapa yang mengada-ngada.... wassalam..Mr.Blue pamit...nuhun sewu... - TOLONG SAUDARA SEKALIAN BACA INI BIAR ENTE SEMUA PADA TAU !! dari pada gue ngtik nggak muatttt nih papan ketiknyaBalas
http://almanhaj.or.id/content/2272/slash/0/tahlilan-selamatan-kematian-adalah-bidah-munkar-dengan-ijma-para-shahabat-dan-seluruh-ulama-islam/ - Saya sendiri masih belajar banyak, dari pengajian, dr buku, dr internet. Saya bingung, yang satu menganjurkan baca yasin mlm jumat, yg satu tidak boleh, yg satu ada hadits nya satu lg ada juga. Saya sendiri sering mengikuti pengajian oleh ustadz yg beberapa ajarannya ada yg tdk sesuai dg hati saya. Tapi saya tetap menghormati beliau. Walaupun beliau jg menganjurkan bbrpa amalan yg menurut saya itu tidak boleh, sy ttp mendengarkan beliau. Saya fakir ilmu, masih terus belajar kepada yang pintar. Saya pikir, perbedaan ini tidak akan pernah selesai sampai kapanpun juga.Balas
- islam menuntut perilaku lahir batin ma'rifatulloh bukan mengolok-olok,generasi sekarang tidak akan tahu kalau tidak ada generasi sebelumnya, akan ku tambah wawasanku dgn merambat bukan instan,hormati yg tua,binalah generasi dgn bijak,sayangi yg mudaBalas