MAKALAH TAREKAT (THORIQOH)



TAREKAT




PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji bagi Allah tuhan semesta alam yang telah melimpahkan segala rahmat, taufiq serta hidayahnya kepada kita semua sehingga dapat melaksanakan aktivitas sehari-hari dengan lancer tanpa adanya halangan apapun, terutama pada kegiatan kuliah di kampus tercinta, yakni UIN Raden Fatah Palembang, mudah-mudahan kegiatan perkuliahan ini dapat menjadikan sumber ilmu yang manfa’at bagi kita semua, yang pada akhirnya menjadikan sebab turunnya Ridlo dari sang Khalik.
Shalawat serta salam Allah senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad saw. Beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya secara keseluruhan hingga hari kiamat nanti.
Dengan ditulisnya makalah yang sederhana ini yang penulis memilih pembahasan seputar tentang “Tarekat”[1] dimana banyak pembahasan-pembahasan sebagaimana yang telah didekte dan ditugaskan kepada kami oleh bapak pembimbing terkait pada Mata Kuliah “Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam” penulis lebih tertarik untuk menulis tentang tarekat, karena dirasa pembahasan tersebut lebih banyak sumbernya dari beberapa buku yang ada daripada yang pembahasan lain, juga merupakan sebuah kajian yang tidak asing lagi bagi penulis, sehingga lebih tertarik lagi untuk membahasnya. Tarekat adalah bagian dari tasawuf, dimana dengan bertarekat maka berarti dia secara langsung bertasawuf, karena tasawuf adalah disiplin ilmu yang tujuannya adalah untuk mengetahui dan memahami tentang hal nilai-nilai spiritual, diantara identitas yang paling menonjol dalam bertasawuf adalah melakukan dzikir, sedangkan dzikir itu sendiri menjadi amalan rutinitas bagi pengikut tarekat, setiap anggota tarekat (murid) biasanya memiliki rutinitas dzikir sesuai yang dianjurkan oleh sang mursyid (pembimbing tarekat).
Yang terhormat bapak Dosen Pembimbing yakni Dr. Munir, M.Ag. selaku pembimbing dalam proses perkuliahan di PPs UIN Raden Fatah Palembang, penulis mengucapkan banyak terima kasih yang banyak memberikan bimbingan dalam mengampu mata kuliah sebagaimana disebut diatas. Tidak ketinggalan juga seluruh rekan mahasiswa/I kelas JS B Semester II atas kerjasamanya dalam proses belajar bersama, susah payah kita rasakan bersama, sehingga nantinya kita bisa memetik hasil dari apa yang kita perjuangkan pada masa-masa perkuliahan ini.

Musi Banyuasin, 18 Maret 2016
Penulis


AJMAIN
NIM. 1581042


DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..... 1
Daftar Isi ..... 3
Bab I Pendahuluan ..... 4
A.    Latar Belakang Masalah ..... 4
B.     Rumusan Masalah ….. 5
C.     Tujuan Penulisan ..... 5

Bab II Tarekat ..... 6
A.    Definisi Tarekat ..... 6
B.     Awal Timbulnya Tarekat ..... 7
C.     Korelasi Tarekat Dengan Tasawuf ..... 8

Bab III Peranan Tarekat ..... 9
A.    Peranan Tarekat Dalam Penyebaran Islam ..... 9
B.     Aliran-Aliran Tarekat Di Dunia Islam ..... 11

Bab IV Kesimpulan ..... 16
Daftar Pustaka ..... 17



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Sufisme dan Tarekat merupakan wacana dan praktik keagamaan yang cukup popular di Indonesia. Bahkan akhir-akhir ini kecenderungan sufistik telah menjangkau kehidupan masyarakat kelas menengah sampai masyarakat kelas atas (elite) dengan angka pertumbuhan yang cukup signifikanterutama di daerah perkotaan. Tampaknya gejala gaya hidup ala sufistik mulai digandrungi sebagian orang yang selama ini dianggap bertentangan dengan kondisi dan gaya hidup mereka (perkotaan). Gejala ini bisa jadi sebagai bentuk pemenuhan unsure spiritual yang belum juga terpenuhi oleh ibadah rutin.[2]
Menguatnya gejala sufistik yang terjadi pada semua lapisan masyarakat, mengindikasikan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam sufisme dan tarekat secara psikologis mampu membawa anak bangsa ini menuju masyarakat yang lebih bermartabat dan manusiawi, sehinga tarekat diharapkan dapat mengatasi sebagian persoalan hidup terutama dalam bidang moralitas.[3]
Tarekat sebagai bentuk proses penguatan nilai spiritual bagi para penganutnya yang dalam hal ini disebut Murid[4], dengan masuknya seorang murid pada tarekat beserta bimbingan spiritual yang diberikan oleh mursyid kepada murid, maka disitulah letak proses pembinaan spiritual bagi murid, sehingga murid selalu terbimbing yang pada akhirnya akan muncul sebuah dampak yang positif akan berubahnya nilai-nilai spiritualitas pada diri seorang murid.
Al-Qur’an sendiri sangat menekankan nilai-nilai moralitas yang baik (al-Akhlak al-Karimah), proses pembenahan jiwa yang dalam hal ini melalui dzikir, yang mana dzikir adalah bagian perintah dalam al-Qur’an yang dalam penyebutannya tidak sedikit atau berulang-ulang, bahkan dalam al-Qur’an sendiri menyebutkan bahwa dzikir adalah sebuah cara untuk memperoleh ketenangan jiwa, dari ketenangan jiwa inilah yang menjadi tujuan inti orang bertarekat.

B.       Rumusan Masalah
Dari penulisan latar belakang diatas, maka akan dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.      Apa Definisi Tarekat ?
2.      Apa saja aliran-aliran Tarekat dalam Islam ?

C.      Tujuan Penulisan
Ada beberapa tujuan dalam penulisan makalah ini yaitu:
1.      Untuk mengetahui Definisi Tarekat.
2.      Untuk mengetahui aliran-aliran Tarekat dalam Islam.



BAB II
TAREKAT

A.    Definisi Tarekat
Ada beberapa definisi terkait masalah tarekat, yang pertama dalam tinjauan etimologi bahwa tarekat yang berasal dari bahasa arab yaitu al-Tharq, jamaknya al-Thuruq merupakan isim Musytaraq, yang secara etimologi berarti jalan, tempat lalu atau metode.[5]
Sedangkan menurut terminology ada beberapa ahli yang mendefinisikan tentang tarekat, diantaranya menurut Abu Bakar Aceh, tarekat adalah petunjuk dalam melaksanakan suatu ibadah sesuai dengan ajaran yang ditentukan dan diajarkan oleh rasul, dikerjakan oleh sahabat dan tabi’in, turun temurun sampai pada guru-guru, sambung-menyambung dan rantai-berantai. Atau suatu cara mengajar dan mendidik, yang akhirnya meluas menjadi kumpulan kekeluargaan yang mengikat penganut-penganut sufi, untuk memudahkan menerima ajaran dan latihan-latihan dari para pemimpin dalam suatu ikatan.
Harun Nasution mendefinisikan tarekat sebagai jalan yang harus ditempuh oleh seorang sufi, dengan tujuan untuk berada sedekat mungkin dengan Allah.[6]
Syekh Muhammad Amin Kurdy mendefinisakan tarekat sebagai pengamalan syari’at dan (dengan tekun) melaksanakan ibadah dan menjauhkan diri dari sikap mempermudah pada apa yang memang tidak boleh dipermudah.[7]
Zamakhsyari dhofier memberikan definisi terhadap tarekat sebagai suatu istilah generic, perkataan tarekat berarti “jalan” atau lebih lengkap lagi “jalan menuju surga” dimana waktu melakukan amalan-amalan tarekat tersebut si pelaku berusaha mengangkat dirinya melampaui batas-batas kediriannya sebagai manusia dan mendekatkan dirinya ke sisi Allah.[8]
Dari beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tarekat adalah melakukan pengamalan yang berdasarkan syari’at yang disertai dengan ketekunan dalam beribadah sehingga sampai pada kedekatan diri dengan Allah. Hal inilah yang menjadi tujuan utama dalam ber-tarekat yakni kedekatan diri kepada Allah (Taqarrub ila al Allah). Jadi, amalan tarekat merupakan sebuah amalan ibadah sesuai dengan ajaran yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. dan dikerjakan oleh para sahabat, tabi’in, dan tabi’ tabi’in secara turun temurun hingga kepada para ulama’ yang menyambung hingga pada masa kini.[9]

B.       Awal Timbulnya Tarekat
Pada mulanya tarekat dilalui oleh seorang sufi secara individual, namun seiring dengan perjalanannya, tarekan diajarkan baik secara individual maupun secara kolektif. Pengajaran tarekat pada orang lain ini sudah dimulai sejak al-Hallaj (858-922 M) dan dilakukan pula oleh sufi-sufi besar lainnya. Dengan demikian, timbullah dalam sejarah islam kumpulan sufi yang mempunyai syaikh yang menganut tarekat tertentu sebagai amalannya dan mempunyai pengikut.[10]
System hubungan antara mursyid dan murid menjadi fondasi bagi pertumbuhan tarekat sebagai sebuah organisasi dan jaringan.[11] Fungsi mursyid yang sedemikian sentral sebagai pembimbing rohani dalam rangka menjalani maqamat, menjadikan murid secara alami menerima otoritas dan bimbingannya. Penerimaan ini tampaknya didasarkan atas keyakinan bahwa setiap manusia mempunyai kemungkinan yang inheren dalam dirinya berupa kemampuan untuk mewujudkan proses dalam pengalaman “bersatu”  dengan tuhan. Akan tetapi, potensi ini terpendam dan dapat terwujud hanya dengan iluminasi tertentu yang dianugerahkan oleh tuhan tanpa bimbingan dari seorang mursyid.[12]
Amalan tarekat merupakan aspek yang inheren dalam tradisi sufi tanpa harus dihubungkan dengan tradisi tarekat tertentu. Sesungguhnya, sebelum timbulnya organisasi-organisasi tarekat (jauh sebelum abad ke-15), dalam masyarakat islam telah berkembang amalan-amalan tarekat yang semata-mata merupakan aliran-aliran doktrin tasawuf. Organisai-organisasi tarekat pada taraf awal pertumbuhannya merupakan kelanjutan paham-paham tasawuf yang berkembang mulai abad ke-9, dan oleh karena itu istilah tarekat tetap dipakai sesuai dengan arti aslinya, yaitu suatu cara atau jalan yang ideal menuju ke sisi Allah dengan menekankan pentingnya aspek-aspek doktrin disamping pelaksanaan praktik-praktik ritual yang tidak menyeleweng dari contoh-contoh yang diberikan oleh nabi dan para sahabat.[13]

C.      Korelasi Tarekat dengan Tasawuf
Sebelum kematangan sebagai lembaga, mistisisme Islam tidak lebih merupakan gerakan individual dari elite-elite kerohanian. Memang harus diakui, sudah terdapat perbedaan kecenderungan, jalan maupun pikiran yang dipakai oleh para tokoh sufi pada saat itu. Annemarie Schimmel menyebutnya sebagai dua tipe ajaran mistik, yaitu mysticism of infinity dan mysticism of personalityMysticism of infinity adalah faham mistik yang memandang tuhan sebagai realitas yang absolute dan tak terhingga. Tuhan diibaratkan sebagai lautan yang tidak terbatas dan tidak terikat oleh zaman. Paham ini melihat manusia sebagai percikan atau ombak lautan yang serba ilahi. Manusia bersumber dari tuhan dan dapat mencapai penghayatan kesatuan kembali dengan-nya. Tokoh dalam aliran ini adalah al-Hallaj dan Ibnu Arabi.
Sementara itu, mysticism of personality adalah suatu aliran mistik yang menekankan aspek personal bagi manusia dan tuhan. Pada aliran kedua ini hubungan manusia dengan tuhan dilukiskan sebagai hubungan antara makhluk dan khalik. Paham ini mempertahankan adanya perbedaan yang esensial antara manusia sebagai makhluk dan tuhan sebagai khalik.
Tasawuf dalam bahasa inggris disebut sebagai Islamic Mysticism (mistik yang tumuh dalam islam). Adapun tujuan utama dari seseorang yang mengamalkan ajaran tasawuf, menurut Abdul Hakim Hasan dalam bukunya At-Tashawwuf Fi Syi’ri Al-‘Arabi adalah “sampai kepada Dzat Al-Haqq atau mutlak (tuhan) dan bersatu dengannya.”[14]


BAB III
PERANAN TAREKAT

A.      Peranan Tarekat Dalam Penyebaran Islam
Ada banyak alasan yang dapat menerangkan kenyataan ini.
Pertama, tekanan tarekat pada amalan-amalan praktis dan etis cukup menarik perhatian bagi kebanyakan anggota masyarakat. Dengan demikian penyebaran islam tidak melalui ajaran-ajaran keagamaan secara teoritis, melainkan melalui contoh-contoh perbuatan dari para guru-guru tarekat. Disamping itu tekanan pada amalan praktis ini juga dapat memenuhi kebutuhan spiritual dan emosional, terutama orang-orang tua yang mulai berkurang keinginan dan kebutuhannya terhadap tuntutan kehidupan yang bersifat duniawiyah. Dengan demikian, islam yang disebarkan oleh organisasi-organisasi tarekat bukan berssifat doktrin-doktrin formal yang kaku, melainkan menekankan peranan keagamaan, dan keintiman hubungan baik antara manusia baik dengan tuhan maupun dengan sesame manusia.
Kedua, pertemuan secara teratur antara sesama anggota tarekat (yang biasanya diatur mingguan)[15] dapat pula memenuhi kebutuhan social mereka.[16]
Jadi, tarekat dalam penyebarannya lebih menggunakan jalur-jalur amaliyah praktis, tidak selalu menekankan terotis agama dalam penampilannya dihadapan masyarakat luas, juga disertai dengan nilai-nilai santun yang dapat menarik simpati dihati masyarakat, serta tidak adanya unsure paksaan apalagi kekerasan dalam menyebarkan ajaran islam, sehingga dengan model inilah ajaran tarekat menjadi sangat berperan dalam menyebarkan islam diseluruh penjuru dunia. Hal ini dapat diketahui tentang sejarah masuknya islam di bumi Nusantara, para ahli sejarah banyak mengemukakan bahwa pembawa islam di bumi nusantara adalah mereka para sufi yang di dalamnya melakukan amaliyah tarekat.
Sebagai sebuah lembaga keagamaan yang berbasis sosial, tarekat mempunyai banyak sekali potensi yang dapat dimaksimalkan perannya bagi kehidupan sosial masyarakat di sekitarnya, sehingga tarekat tidak hanya berperan sebagai agen spiritualitas, tetapi juga sebagai agen perubahan sosial (social change), baik dibidang politik maupun ekonomi.
Untuk menyebut beberapa contoh, sepanjang abad ke-19 dan awal abad ke-20, para pemimpin tarekat dan para pengikutnya sering menjadi motor penggerak pembaruan dan perlawanan rakyat tergadap penindasan dan dominasi asing. Mereka terlibat jauh dalam gerakan politik, seperti kebangkitan rakyat di maroko dan Al-Jazair melawan melawan prancis, dan pembangunan kembali masyarakat dan pemerintahan di Libya, yang sebagian besar dilakukan oleh para anggota tarekat sanusiyah. Di Nigeria utara, Syaikh Utsman (w. 1817), seorang anggota tarekat Qadiriyah, memimpin gerakan jihad melawan penguasa habe, mengadakan pembebanan pajak yang dibuat-buat, korupsi, penindasan, dan menjatuhkan moralitas islam pada tingkat rakyat maupun istana. Ahmad Al-Mahdi (w. 1885) anggota Sammaniyah, berhasil menentang colonial Inggris di Sudan.[17]
Di Indonesia, tasawuf dan tarekat berkembang seiring dengan terjadinya islamisasi dan terjadinya penyebaran islam, sehingga stenbrink mengatakan bahwa islam di Indonesia adalah islam versi sufisme. Oleh karena itu, wajar jika dalam perkembangan dakwah islam selanjutnya, tasawuf dan tarekat memiliki pengaruh sangat besar di berbagai bidang kehidupan, sosial, budaya dan pendidikan.
Ada beberapa tokoh sufi yang dipandang berjasa dalam penyebaran Islam dan tasawuf pada abad ke-16 dan ke-17, yaitu Syekh Hamzah Fansuri dengan tarekat Qadariyahnya, Syekh Syamsuddin Al-Sumatrani dengan dengan tarekat Syatariyahnya, Syaikh Nuruddin Ar-Raniri dengan tarekat Rifai’yahnya, dan Syaikh Abdurrauf Singkel dengan tarekat Syatariyahnya.[18]
Contoh lain adalah perlawanan orang Palembang terhadap pasukan belanda pada tahun 1819 yang dipelopori para pengikut tarekat Sammaniyah, tarekat ini telah berkembang di Palembang dan di bawa dari tanah suci oleh murid-murid Syaikh Abd Al-Shamad Al-Palembani pada berhujung abad ke-18. Syaikh Abd Al-Shamad selain dikenal sebagai pengarang sastra tasawuf melayu, juga mengarang risalah mengenai jihad. Yang lebih menarik lagi, ia juga menulis surat kepada sultan mataram (Hamengkubuwono I) dan susuhunan prabu jaka (Putra Amangkurat IV) yang mendesak agar terus jihad melawan bangsa penjajah yang kafir (belanda).[19]

A.      Aliran-Aliran Tarekat di Dunia Islam
Tarekat Berkembang Secara Pesat di hampir seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Perkembangan tarekat yang pesat membawa dampak positif bagi perkembangan dakwah, karena perkembangan tarekat juga merupakan perkembangan dakwah Islam. Diantara tarekat-tarekat yang berkembang di dunia islam adalah sebagai berikut:
1.         Tarekat Qadiriyah
Tarekat Qadiriyah didirikan oleh oleh Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani[20] (470-561 H/1077-1166 M) yang terkenal dengan sebutan syaikh Abdul Qadir Al-Jilani Al-Ghauts atau Quthb Al-Auliya atau Sulthan Al-Auliya. Ia sangat terkenal di kalangan masyarakat muslim. Manaqib[21] (biografi)nya  sering dibaca oleh para pengikutnya, karena ia dipercaya sebagai seorang wali yang memiliki derajat yang tinggi. Tarekat Qadiriyah menempati posisi yang amat penting dalam sejarah spiritualitas di dunia islam, karena stidak saja sebagai pelopor lahirnya organisasi tarekat, tetai juga sebagai cikal bakal munculnya berbagai cabang tarekat di dunia Islam.[22]
          Adapun ide mistik dan religius Syekh Abdul Qadir Al-Jilani termuat dalam karya-karya berikut:
a.       Ghunyah Li Thalib Thariq Al-Haq yang dikenal dengan Ghunyah Ath-Thalibin. Itu merupakan karya komprehensif mengenai kewajiban yang diperintahkan dan jalan hidup yang islami.
b.      Al-Fath Al-Rabbani adalah salinan dari 62 khutbahnya pada 545-546 H. (1150-1152 M)
c.       Futuh Al-Ghaib merupakan rekaman dari 78 khutbahnya yang dikumpulkan oleh putranya, Abdur Razaq.[23]
2.         Tarekat Syadziliyah
Tarekat Syadziliyah tak dapat dilepaskan dari pendirinya yakni, Abu Al-Hasan Al-Syadzili. Secara lengkap nama pendirinya adalah ali bin Abdullah bin Abd. Jabbar Abu Al-Hasan Al-Syadzili silsilah keturunannya memiliki hubungan dengan orang-orang garis keturunan Hasan Bin Ali Bin Abi Thalib. Ia lahir  di desa ghumara dekat ceuta saat ini di utara Maroko pada tahun 573 H. pada saat Dinasti Muwahhidun mencapai titik nadinya.[24]
Pendidikannya dimulai dari orang tuanya, dan kemudian dilanjutkan ke pendidikan lebih lanjut, dimana diantara guru kerohaniannya adalah ulama besar Abd. Salam Ibn Masyisy (w. 628 H/1228 M) yang juga dikenal sebagai Quthb dari Quthb Para Wali seperti halnya Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani.
Ada beberapa kitab Tasawuf yang dikaji oleh Al-Syadzili yang kemudian di ajarkan kepada para murid-muridnya, antara lain adalah: Ihya’ Ulum Al-Din karya Abu Hamid Al-Ghazali, Qut Al-Qulub karya Abu Thalib Al-Makki, Khatm Al-Auliya karya Al-Hakim Al-Tirmidzi, Al-Mawaqif Wa Al-Mukhatabah karya Muhammad Abd. Al-bbar, Al-NafriAl-Syifa’ karya Qadhi Iyyadh, Al-Risalah karya Al-Qusyairi dan Al-Muharrar Al-Wajiz karya Ibn ‘Athiyyah.[25]
3.         Tarekat Naqsyabandiyah
Tarekat Naqsyabandiyah didirikan oleh ulama tasawuf terkenal yaitu: Muhammad bin Muhammad Baha’ Al-Din Al-Uwaisi Al-Bukhori Naqsyabandi (717-791 H/1318-1389 M) dilahirkan di sebuah desa Qashrul Arifah, dekat dari bukhara tempat kelahiran Imam Al-Bukhari.[26]
Tarekat ini mempunyai cirri yang menonjol. Pertama, dalam hal agama, memberlakukan syari’at secara ketat, menekankan keseriusan dalam beribadah sehingga menolak music dan tari, serta lebih menyukai berdzikir dalam hati. Kedua, dalam hal politik, adanya upaya serius dalam memengaruhi kehidupan penguasa dan mendekatkan Negara pada agama. Berbeda dengan tarekat lainnya, tarekat ini tidak menganut kebijaksanaan isolasi diri dalam melancarkan konfrontasi dengan berbagai kekuatan politik. Selain itu, tarekat ini pun tarekat ini membebankan tanggung jawab yang sama kepada para penguasa dan menganggap bahwa upaya memperbaiki penguasa adalah sebagai prasyarat untuk memperbaiki masyarakat.[27]
4.         Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah
Tarekat Qadiriyyah terbangun dari dua tarekat yaitu tarekat Qadiriyyah dan tarekat Naqsyabandiyah (TQN). Tarekat ini didirikan oleh oleh Ulama asal Indonesia yaitu Syekh Ahmad Khatib Sambas (1802-1872) yang dikenal sebagai penulis Kitab Fath Al-‘Arifin. Sambas adalah sebuah nama kota di sebelah kota Pontianak, Kalimantan barat. Syekh Naquib Al-Attas mengatakan bahwa  TQN tampil sebagai sebuah tarekat gabungan, karena Syaikh Sambas adalah seorang Syaikh dari kedua tarekat dan mengajarkannya dalam satu versi yaitu mengajarkan dua jenis dzikir sekaligus yaitu dzikir yang dibaca dengan keras (jahr) dalam tarekat Qadiriyyah dan dzikir yang dilakukan dalam hati (khafi) dalam tarekat Naqsyabandiyyah.[28]
Sesudah belajar pendidikan agama dasar di kampungnya, syaikh sambas berangkat ke makkah pada usia Sembilan belas tahun untuk meneruskan studinya dan menetap disana hingga wafatnya pada tahun 1289 H/1872 M. di makkah beliau belajar ilmu-ilmu islam termasuk tasawuf, dan mencapai posisi yang sangat dihargai diantara teman-teman sejawatnya, dan kemudian menjadi seorang tokoh yang berpengaruh di seluruh Indonesia. Diantara guru-gurunya adalah Syaikh bin Daud bin Abdullah bin Idris Al-Fatani (Thailand selatan) wafat tahun 1843, Seorang Alim besar yang juga tinggal di Makkah yaitu Syekh Syamsuddin, Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari (Banjarmasin, Kalimantan Selatan), bahkan menurut salah satu sumber termasuk Syekh Abdul Samad Al-Palembani (w. 1800). Dari semua murid-murid Syekh Syamsuddin, Ahmad Khatib Sambas mencapai tingkat yang tertinggi dan kemudian ditunjuk sebagai Syaikh Mursyid Kamil Mukammil.[29]
5.         Tarekat Sammaniyah
Tarekat Sammaniyah didirikan oleh Muhammad bin Abd Al-Karim Al-Madani Al-Syafi’i Al-Samman (1130-1189 H/1718-1775 M). ia lahir di madinah dari keluarga Quraisy, dikalangan murid dan pengikutnya ia lebih dikenal dengan nama Al-Sammani atau Muhammad Samman. Sambil mengajar di Sanjariyah, tampaknya Syaikh Samman banyak menghabiskan hidupnya di Madinah dan tinggal di rumah bersejarah milik Abu Bakar As-Shidiq.[30]
Syaikh Samman sebenarnya tidak hanya menguasai bidang tarekat saja tetapi bidang-bidang ilmu islam lainnya. Ia belajar hokum islam ke lima ulama fikih terkenal: Muhammad Al-Daqqaq, Sayyid Ali-Al-Atthar, Ali Al-Kurdi, Abd Al-Wahhab At-Thanthawi (di makkah) dan Said Hilal Al-Makki. Ia juga pernah berguru ke Muhammad Hayyat, seorang Muahaddits dengan reputasi lumayan di Haramayn dan diinisiasi sebagai penganut tarekat Naqsyabandiyah. Selain Samman, yang berguru ke Muhammad hayyat adalah Muhammad bin Abd Al-Wahhab, seorang penentang bid’ah dan praktik-praktik syirik serta pendiri Wahhabiyyah.[31]
Syaikh Samman merupakan tokoh sufi yang menganut faham Wahdat Al-Wujud. Di nusantara aliran wahdat al-wujud juga sudah di anut oleh kalangan sufi. Tarekat yang lebih berperan di aceh pada akhir abad ke-16 misalnya, adalah Wahdat Al-Wujud atau yang disebut dengan Wujudiyat.[32]
Di Palembang, tarekat sammaniyah juga mendapat tempat tersendiri. Ada tiga orang Indonesia asal Palembang pernah belajar tarekat Sammaniyah yang sebagiannya langsung menjadi murid Syaikh Samman. Ketiganya adalah Syaikh Abd Al-Shamad, Tuan Haji Ahmad, Dan Muhyiddin bin Syihabuddin. Dari ketiganya itu yang paling berpengaruh adalah Syaikh Abd Al-Shamad Al-Palimbani.[33]
6.         Tarekat Tijaniyyah
Tarekat Tijaniyyah didirikan oleh Syaikh Ahmad Bin Muhammad Al-Tijani (1150-1230 H/1737-1815 M) yang lahir di ‘Ain Madi, Al-Jazair selatan, dan meninggal di fez, maroko, dalam usia 80 tahun. Syaikh Tijani di yakini oleh kaum Tijaniyyah sebagai wali agung yang memiliki derajat tertinggi, dan memilki banyak keramat.[34]
Tarekat Tijaniyyah masuk ke Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi ada dua fenomena yang menunjukkan gerakan awal tarekat Tijaniyyah, yaitu kehadiran Syaikh ‘Ali Bin ‘Abdullah Al-Thayyib, dan adanya pengajaran tarekat Tijaniyyah di Buntet, Cirebon. Kehadiran Syaikh ‘Ali Bin ‘Abdullah Al-Thayyib tidak diketahui secara pastin tahunnya; G.F Pijper menyebutkan bahwa Syaikh ‘Ali Bin ‘Abdullah Al-Thayyib dating pertama kali ke Indonesia, saat menyebarkan tarekat tijaniyyah ini, di Tasikmalaya. Pijper juga mengatakan bahwa Syaikh ‘Ali Bin Abdullah Al-Thayyib sebelum ke Tasikmalaya terlebih dahulu mendatangi ke pulau Jawa.[35]
Perkembangan tarekat tijaniyyah di Jawa Barat, awal mulanya di Cirebon yang berpusat di pondok pesantren Buntet di desa Mertapada Kulon. Pesantren ini di pimpin lima bersaudara, diantaranya adalah KH. Abbas sebagai saudara tertua yang menjabat sebagai ketua yayasan dan sesepuh pesantren, dan KH. Annas yang merupakan adik kandungnya. Dalam mengajarkan tarekat tijaniyyah kepada murid-muridnya dan menjaga kesinambungannya, para Mursyid tarekat ini menggunakan system pengkaderan melalui kyai-kyai di pesantren Buntet.[36]
Di samping tarekat-tarekat yang disebut di atas, masih banyak tarekat-tarekat lain yang brekembang di dunia islam.



BAB IV
KESIMPULAN

Dari beberapa uraian makalh tersebut diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Definisi tentang tarekat, banyak para ahli mendefinisikan tarekat, diataranya adalah syaikh amin al-kurdi, harun nasution hingga zamakhsyarie dhofier, masing-masing mempunyai definisi yang berbeda namun jika ditarik inti dari tarekat maka ada kesamaan dari beberapa definisi-definisi tersebut, yaitu: Melakukan pengamalan yang berdasarkan syari’at yang disertai dengan ketekunan dalam beribadah sehingga sampai pada kedekatan diri dengan Allah. Hal inilah yang menjadi tujuan utama dalam ber-tarekat yakni kedekatan diri kepada Allah (Taqarrub ila al Allah). Jadi, amalan tarekat merupakan sebuah amalan ibadah sesuai dengan ajaran yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. dan dikerjakan oleh para sahabat, tabi’in, dan tabi’ tabi’in secara turun temurun hingga kepada para ulama’ yang menyambung hingga pada masa kini.
2.      Tarekat yang berkembang hingga sekarang cukup banyak, sebagaimana yang disebutkan diatas, yaitu: tarekat Qadiriyah, tarekat Naqsabandiyah, tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah (TQN), tarekat Syadziliyah, tarekat Sammaniyah, tarekat Tijaniyah, dan masih banyak tarekat-tarekat lainnya.


DAFTAR PUSTAKA

Sri Mulyati (et.al) Tarekat-Tarekat Muktabarah Di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Cet. Ke-3. 2006.
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah Dan Kepulauan Nusantara Abad Xvii & Xviii; Akar Pembaruan Islam Di Indonesia, Jakarta: Prenada, 2004.
Idrus Al-Kaf, Tasawuf dan Mistisisme Islam, Palembang: Grafika Telindo Pres, 2011,
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, Jakarta: LP3ES, 2011
Martin Van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, Bandung: Mizan, 2006
Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf, Jakarta: Amzah, 2015, Cet. Ke-03
Ris’an Rusli, Tasawuf dan Tarekat, Jakarta: Rajawali Pers, 2013.
Bachrun Rifa’i dan Hasan Mud’is, Filsafat Tasawuf, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010.
Muhsin Jamil, Tarekat dan Dinamika Sosial Politik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005
Martin van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, Bandung: Mizan, 1996
Nicola A. Ziadeh, Tarikat Sanusiyah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001





[1]. Tarekat adalah sebuah bahasa yang berasal dari bahasa arab yaitu “الطريقة/At-Thoriqoh” yang artinya adalah “jalan”. Jalan yang dimaksud disini adalah jalan yang ditempuh oleh para sufi untuk dapat dekat kepada Allah. (A. Bachrun Rifa’i dan Hasan Mud’is, Filsafat Tasawuf, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010, Hal. 233)
[2]. Ris’an Rusli, Tasawuf dan Tarekat, Jakarta: Rajawali Pers, 2013, Hal. 183
[3]Ibid, Hal. 183
[4]. Dalam Tarekat, istilah Murid dipakai sebagai seorang yang sudah masuk berbai’at kepada sang mursyid yang kemudian rutin mengikuti bimbingan rohani pada waktu-waktu tertentu yang disebut dengan Tawajjuh (tatap muka). Tawajjuh semula mempunyai arti mengajar langsung, seorang guru berhadap-hadapan langsung kepada murid-muridnya. Dalam perkembangannya kemudian mempunyai arti khusus yaitu: perjumpaan dimana seseorang membuka hatinya kepada syaikhnya dan membayangkan hatinya disirami berkah oleh sang Syaikh, sang Syaikh membawa hati tersebut ke hadapan Nabi Muhammad saw. (Sri Mulyati, Tarekat-Tarekat Muktabaroh di Indonesia, Jakarta: Prenada Media Group, 2011, Cet. Ke-4 , Hal. 11)
[5]. Ris’an Rusli, Tasawuf dan Tarekat, Jakarta: Rajawali Pers, 2013, Hal. 184
[6]Ibid, Hal. 185
[7]. A. Bachrun Rifa’i dan Hasan Mud’is, Filsafat Tasawuf, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010, Hal. 233
[8]Zamakhsyari Dhofier, Tradsis Pesantren, Jakarta: LP3ES, 2011, Hal. 212
[9]. Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf, Jakarta: Amzah, 2015, Cet. Ke-03, Hal. 290
[10]Ibid, Hal. 298
[11]. Martin Van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, Bandung: Mizan, 2006, Hal. 17
[12]Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf, hal. 298
[13]. Zamakhsyari Dhofier, Tradsis Pesantren, Jakarta: LP3ES, 2011, Hal. 213
[14]. Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf, hal. 296
[15]. Kegiatan Mingguan Ini Dapat Dilihat Dari Beberapa Majlis Tawajjuh Yang Diadakan Oleh Para Ahli Tarekat, Dimana Sang Mursyid Memberi Bimbingan Kepada Murid Dalam Proses Tawajjuh-An Tersebut.
[16]. Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, Jakarta: LP3ES, 2011, Hal. 223-224.
[17] Idrus Al-Kaf, Tasawuf dan Mistisisme Islam, Palembang: Grafika Telindo Pres, 2011, Hal. 192
                [18]  Ibid, hal. 195   
[19]Ibid, hal. 197
[20]. Kebanyakan orang menyebut dengan kata “Al-Jailani”, bahkan dibeberapa buku tahlil saku yang beredar juga memakai istilah tersebut, namun jika dilihat di buku manaqib Syekh Abdul Qadir sendiri sebagaimana yang ditulis oleh Syekh Hasan Al-Barzanji (penulis kitab Maulid Nabi)yang diterjemahkan oleh KH. Muslih mranggen Demak (salah satu Mursyid Thariqah kenamaan di demak jawa tengah yang wafatnya di Makkah) ke dalam bahasa jawa pegon menggunakan istilah “Al-Jilani”. Istilah ini juga dipakai oleh Dr. Amsal Bakhtiar, MA dalam Sri Mulyati (et.al) Tarekat-Tarekat Muktabarah Di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Cet. Ke-3. 2006.
[21]. Ada beberapa kitab Manaqib Syekh Abdul Qadir Al-Jilani yang beredar di Indonesia yang banyak dibaca oleh banyak kaum muslimin terutama warga Nahdliyyin di Indonesia, diantara yang penulis pernah mendapati adalah: An-Nurul Burhany Fi Tarjamah Al-Lujayni Al-Dani Karya KH. Muslih Mranggen Demak, Jawahirul Ma’ani Karya KH. A. Jauhari Pasuruan.
[22]. Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf, hal. 308
[23]. Amsal Bakhtiar, dalam Sri Mulyati (et.al) Tarekat-Tarekat Muktabarah Di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Cet. Ke-3. 2006, Hal.  34
[24]. Moh. Ardani, dalam Sri Mulyati (et.al) Tarekat-Tarekat Muktabarah Di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Cet. Ke-3. 2006, Hal.  57
[25]Ibid, Hal. 60
[26]. Wiwi Siti Sajarah, dalam Sri Mulyati (et.al) Tarekat-Tarekat Muktabarah Di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Cet. Ke-3. 2006, Hal.  89
[27]. Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf, hal. 313
[28]. Sri mulyati, Tarekat-Tarekat Muktabarah Di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Cet. Ke-3. 2006, Hal.  253
[29]Ibid, Hal. 255
[30]. Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah Dan Kepulauan Nusantara Abad Xvii & Xviii; Akar Pembaruan Islam Di Indonesia, Jakarta: Prenada, 2004, Hal. 159.
[31]Ibid, Hal. 159
[32]Ahmad Abrori dalam Sri Mulyati (et.al) Tarekat-Tarekat Muktabarah Di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Cet. Ke-3. 2006, Hal.  191

[33]Ibid, hal. 192-193
[34]Syamsuri dalam Sri Mulyati (et.al) Tarekat-Tarekat Muktabarah Di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Cet. Ke-3. 2006, Hal.  217
[35] Ibid, Hal. 223-224
[36]Ibid, Hal. 224-225

Komentar

  1. Alhamdulillah. Sebuah ulasan ttg thariqah yg sangat komprehensif. Sbuah jalan utk mukasyafah-makrifatullah, kebeningan hati dan kebersihan jiwa. Mtrnwn ust Ahid ats limpahan ilmunya. Sma dll berkah dan mmbrkahi. Amin. Dr saya sang fakir ilmu.

    BalasHapus
  2. Alhamdulillah. Sebuah ulasan ttg thariqah yg sangat komprehensif. Sbuah jalan utk mukasyafah-makrifatullah, kebeningan hati dan kebersihan jiwa. Mtrnwn ust Ahid ats limpahan ilmunya. Sma dll berkah dan mmbrkahi. Amin. Dr saya sang fakir ilmu.

    BalasHapus
  3. Did you realize there is a 12 word sentence you can speak to your crush... that will induce intense emotions of love and impulsive attraction for you buried inside his chest?

    That's because deep inside these 12 words is a "secret signal" that fuels a man's instinct to love, cherish and look after you with all his heart...

    12 Words That Trigger A Man's Love Instinct

    This instinct is so built-in to a man's mind that it will drive him to work better than ever before to make your relationship the best part of both of your lives.

    In fact, fueling this influential instinct is so mandatory to getting the best ever relationship with your man that the second you send your man a "Secret Signal"...

    ...You will immediately find him open his heart and soul to you in a way he never expressed before and he'll see you as the one and only woman in the galaxy who has ever truly understood him.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengertian, Macam, dan Tujuan Ulumul Qur’an

Biografi Raden Patah Pendiri Kesultanan Demak